Ahlak Manusia

November 28, 2010

Ahlaq Manusia

Mencoba memahami makna Surah Al-Insaan (76) ayat 1

July 12, 2012

Pumpung belum lupa, ada beberapa orang menanyakan tentang pendapat pribadi terhadap “penemuan-discovery” apa yang ekstrim sering dipublikasi oleh pers media sebagai “god particle” (partikel tuhan). Seingat saya Peter Higgs sendiri sebagai penganggit/penggagas mekanisme teori tentang bagaimana partikel dan materi memiliki massa dan berat tidak pernah menyebutnya sebagai “god particle”, bahkan perasaannya sendiri tidak enak mendengar sebutan demikian. Dia sendiri menyebutnya sebagai “god damned” partikel karena dia tidak tahu dimana harus dicari dan siapapun tidak tahu ketika dia mengajukan gagasannya bersama grup kerjanya dalam workshop. Yang memberi nama “god particle” itu sebenarnya adalah seorang redaktur majalah fisika teori yang akan memuat papernya yang sudah ditawarkannya ke beberapa majalah fisika ternama tidak digubris, karena dianggap terlalu spekulatif.

Apa sih sebenarnya “god particle” atau partikel Higgs, Higgs bosson, yang diduga telah diketahui dari data yang dicatat oleh detektor ATLAS dan CMS dari percobaan tabrakan poton-proton di LHC (Large Hadron Collider), CERN, Jenewa – Swiss?

Pada tahun 1960-an ketika hipotesis Kosmologi “Ledakan Bahari” (Big-Bang) dari pakar astronomi Perancis, Le Maitre, memperoleh perhatian kembali dari para pakar astronomi, kosmologi dan fisika, maka ketika model alam semesta Le Maitre diinterpolasi mundur sampai pada suatu titik waktu tertentu dekat saat ledakan bahari, muncul pertanyaan di dalam kepala para pakar tentang bagaimana materi yang mengisi alam semesta mendapatkan massa sehingga membentuk benda-benda besar dan raksasa seperti kumpulan galaksi, galaksi dan bintang-bintang. Semua tidak ada yang dapat menjelaskan problim sederhana yang sedang difikirkan oleh para pakar tersebut. Peter Higgs mencoba menjawab permasalahan ini dengan mengajukan suatu hipotesis, bahwa sesaat sesudah lahirnya alam semesta suatu hukum alam dalam model medan skalar (yang kemudian dikenal sebagai “medan Higgs”) menghambat gerak partikel. Hambatan inilah yang kita namakan sebagai “massa” benda atau “massa” partikel. Hambatan tersebut dilakukan oleh suatu partikel yang belum/tidak diketahui pada waktu itu. Analogi dapat ditemukan seperti misalnya, kita jalan kaki bisa maju atau mundur karena telapak kaki kita mendapatkan hambatan dari lantai yang kita injak. Jika lantai tidak memberikan hambatan oleh karena berlumut maka kita akan terjerembab, bahkan berdiri tegakpun tidak bisa, apalagi untuk maju kedepan atau mundur kebelakang. Pemikiran atau gagasan Peter Higgs ini oleh para ahli bisa diterima karena masuk akal secara hipotetis dan bisa diperiksa melalui teori quantum mekanika secara matematis. Dan berkat adanya medan Higgs inilah maka alam semesta tidak berinflasi tanpa kendali pada saat permulaan kelahirannya.

Selama 40 tahun lebih sesudah gagasan Prof Peter Higgs ini diumumkan dalam majalah profesional, hususnya puluhan tahun terahir ini, perkembangan teknologi dan sains sedemikian menggemberikan dan tingkat kemakmuran ekonomi manusia sedemikian menguntungkan sehingga mampu membeayai penyelidikan terhadap dasar-dasar penyusun alam semesta dan manusia dengan meluncurkan perangkat tercanggih (teleskop optik dan gelombang sinar) ke ruang angkasa (HST, Chandra, dll) dan membuat alat pemercepat lari partikel yang semakin tambah dekat dengan kecepatan cahaya Tevatron di AS dan mesin LHC (Large Hadron Collider dari CERN) di bawah kota Jenewa, Swiss, yang memakan beaya US $10 milyar.

Barulah pada hari Rabu 4 Yuli 2012 secara resmi oleh jubir proyek studi ATLAS bersama-sama dengan proyek studi CMS dari CERN (Pusat Penyelidikan Inti-Atom Eropa) diumumkan hasil studi terahir yang menjelaskan kemungkinan ditemukannya partikel Higgs yang sedang dicari pada dua puluhan tahun terahir ini yang memiliki arti sangat penting bagi model partikel standar yang sudah kita kenal secara teori dan dibenarkan oleh pengamatan fisika. Tetapi untuk bisa secara meyakinkan disebut sebagai penemuan/ditemukan diperlukan tingkat deviasi kesalahan 5 delta, sedangkan dari studi CMS tingkat deviasi kesalahan baru dicapai setinggi 4,9 delta. Untuk itu di masa depan sebelum dan sesudah periode kerja LHC berahir masih diperlukan kerja keras studi data dari kedua detektor untuk dapat memastikannya melalui berbagai teknik dan akalan.

Implikasi dari penemuan partikel Higgs akan sangat mengembangkan arah pemikiran kita mengenai proses tahapan pembentukan alam semesta seisinya pada detik-detik di sekitar 10^-43 detik di mana sebelum waktu Planck ini kita tidak dapat mengetahui apa-apa tentang alam semesta. Sebab pada detik-detik sebelum 10^-43 detik alam semesta masih “opac”, tidak tembus dan tidak memancarkan cahaya, tidak diketahui apa yang ada.

Di dalam Standard Model fisika partikel ada yang disebut sebagai “mekanisme Higgs” yang menyebabkan partikel mempunyai “massa”. Mekanisme Higgs ini digagas oleh Prof Peter Higgs di tahun 1964 yang mempergunakan pengertian massa ke dalam teori Yang-Mills. Abdus Salam dan Steven Weinberg menjadikannya sebagai mekanisme untuk menyatukan teori-teori gaya-lemah dengan gaya elektromagnetis menjadi satu teori gauge gaya elektrolemah tunggal.(Wikipedia, English ed.)

Dari “ ﻫﻞﺃﺗﻰﻋﻞٱﻹﻨﺳﻦﺣﻴﻦﻣﻦٱﻠﺪﻫﺮﻠﻢﻴﻛﻦﺷﻴﺄﻣﺬﻛﻮﺮﺍ – Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedangkan dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut ” yang difirmankan dalam Surah Al-Insaan(76) ayat 1 dapat kita pertajam pemahamannya sebagai pembuktian kebenaran beradanya partikel Higgs yang memberi massa kepada semua partikel yang menjadi dasar bagi terbentuknya semua materi alam semesta termasuk manusia. Sebutan atas sesuatu itu diberikan oleh manusia karena manusia mengetahui adanya dan ciri-cirinya.

Ketika sesuatu itu belum diketahui adanya dan tidak diketahui ciri-cirinya yang membedakan diantara satu dari lainnya, maka tidak bisa disebutkan. Adanya massa bagi partikel dan materi telah membuka kemungkinan interaksi diantara sesamanya melalui berbagai macam cara. Massa partikel dan materi ini bersangkutan dengan suatu medan gaya tarik-menarik yang dikenal dengan sebutan gravitasi (g) sebagai salah satu gaya dasar alami. Yang menurut teori Relativitas Umum Einstein merupakan manifestasi kelengkungan satuan ruang-waktu. Dari dimilikinya massa oleh partikel dan materi maka dimungkinkan adanya ciri-ciri dasar lainnya (muatan kelistrikan, spin dll) yang dapat membedakan diantara satu dengan lainnya.

Dalam kaitan ayat di atas dinyatakan bahwa, manusia ini berasal dari sesuatu yang belum bisa disebut ketika sesuatu tersebut belum memperoleh massa dari Higgs bosson atau partikel Higgs. Dalam postulasi peristiwa inflasi ketika alam semesta masih sangat muda diduga penyebabnya adalah medan Higgs.

Pemahaman ini bukan suatu “cocokologi” atau “retorika apologetic” klaim atas kebenaran Islam dan Al-Quran. Bukan tugas saya untuk mencocok-cocokkan kebenaran ayat-ayat Al-Quran dengan sains dan bagi saya tidak ada kepentingannya. Bila memang ayat-ayat Al-Quran itu bersesuaian dengan Hukum alam semesta, ya memang demikian adanya. Sebab bagi kaum yang mengimani adanya Allah swt sebagai Maha Pencipta alam semesta seisinya, maka keterangan Al-Quran dan keterangan sains yang disimpulkan dari pengalaman praktek kehidupan dan praktek pemikiran manusia atas suatu gejala yang sama haruslah memberikan keterangan yang saling bersesuaian dan bukan sebaliknya. Dalam hal ini ada paradigma pemahaman manusia yang beriman terhadap keduanya.

Kepada yang menanyakan pendapat pribadi saya atas peristiwa pengumuman hasil studi terahir data ATLAS dan CMS, 4 Juli 2012 di kantor pusat CERN di Jenewa, Swiss, saya mengucapkan banyak terimakasih, karena pertanyaannya sendiri telah memicu semangat belajar saya makin membara dan menyala-nyala. Sayapun merasa bahagia dapat menyaksikan peristiwa tersebut melalui laptop dan ingat kembali masa lalu ketika berdiskusi dengan yang menanyakan mengapa saya mempercayai suatu hipotesis yang sangat spekulatif sifatnya dari Prof Peter Higgs dimana gagasannya tidak ada yang menggubris dalam fisika terapan dan uji-coba. Dalam diskusi ketika itu memang saya menganjurkan agar pemikiran adanya partikel Higgs dan medan Higgs ini menjadi kajian dari para sarjana fisika Muslimin. Sebab arah pemikiran Prof Peter Higgs ini mengindikasikan keselarasannya dengan petunjuk Al-Quranu al-Karim yang dimuat dalam QS.76:1 (Surah Al-Insaan ayat 1).

Semoga tulisan kali ini bukan makin membingungkan para pembaca tetapi dapat membantu memahami arti pengumuman para sarjana fisika yang bekerja pada CERN.

Wa bii Allahi taufiqu wa al hidayah,

Wassalamu’ alaikum wa Rahmatullahi wa Barakatuh,
Siradj Al-Soloni

8 Juli 2012

Membaca Perdebatan Sains vs Teologi

November 3, 2011

Beberapa waktu yang lalu telah saya poskan pendapat S.W. Hawking dan S. Weinberg mengenai problematika ketidak akuran antara ilmu agama/theology dengan ilmu pengetahuan/science. Selama ini sebagaian saintis yang secara ideologis menerima agama sebagai satu-satunya sumber kebenaran dalam menanggap alam semesta seisinya telah berusaha keras untuk menyelenggarakan dialog di antara keduanya demi memelihara keberlangsungan hidup agama dan umat pengikut agama-agama. Kesempatan kali ini ingin saya kemukakan pandangan saya terhadap problem yang diperdebatkan di antara kedua kelompok – theology dan science.

Assalammu’alaikum wr wb,

Sesungguhnya saya ingin membaca pendapat yang ada di kalangan para maillster Tazkiyyatun Nafs “Dzikrullah” mengenai pendapat dari kedua ilmuwan yang representatif dapat mewakili pandangan para ilmuwan fisika yang ada. Setiap kali saya menuliskan pendapat-pendapat yang saya poskan ke kelompok maillist dan dimuat secara terbuka, selalu saya usahakan menunjukkan mulabuka pemikiran manusia dalam mengenal alam semesta seisinya melalui penginderaan yang selanjutnya diolah oleh perangkat akal-fikiran-perasaan yang menghasilkan suatu kesimpulan sementara. Mulabuka pemikiran manusia dimulai dari model pemikiran yang masih sangat sederhana sekali atas dasar model biologis manusia yang dimulai dari “sesuatu yang belum bisa disebut” hingga menjadi manusia yang berkemampuan menyusun pengetahuan yang didapat dari pengalaman hidupnya menjadi pengetahuan yang disistimatisasikan secara teruji dan terulang. Mulabuka pemikiran itu oleh wahyu Qurani ditunjukkan dengan kata-kata “Wa ‘allama Aadama al-asmaaa-a kullahaa tsumma ‘aradzhahum ‘ala al-malaaa-ikati faqaala anbi̍’uunii biasmaaa-i inkuntum shadiqiin – Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakan kepada para Malaikat lalu berfirman: ‘Sebutkanlah kepadaku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!’” (QS.2:31).

Petunjuk wahyu ini dilanjutkan lagi pada QS.2: 33 yang menunjukkan kemampuan Adam menyebutkan nama-nama yang telah dipelajarinya dengan fasih. Petunjuk ini bila kita uji-ulang dapat kita temukan di dalam keluarga kita, ketika kita mengajarkan anak kita yang baru berumur beberapa bulan untuk mengenal hidung, mulut, mata dan telinganya sendiri dengan menempelkan telapak tangannya yang mungil itu di permukaa benda-benda yang namanya telah kita perkenalkan kepadanya ….. dan anak kita itu berreaksi dengan tertawa atau tersenyum …. Hati kita gembira dan perasaan sebagai orang tua dalam diri pribadi berbinar-binar tak terbandingkan dengan perasaan apapun lainnya (Alhamdulillahi Rabbi al-‘alamiin).

Umumnya para saintis yang selalu melakukan penjajagan atas semua gejala yang dikenal sangat positif terhadap dirinya untuk dapat menjawab semua “why” (SW. Hawking, S. Weinberg) yang selalu muncul ketika suatu paradigma gejala alam terpecahkan. Tetapi di dalam praktek diskusi-diskusi akademis tetap saja “why” selalu timbul dan kadang-kadang diabaikan saja karena ketidak tahuan manusia. Menurut para ahli keagamaan (teolog) sebenarnya para saintis tidak berbeda jauh dari teolog (agamawan) yang memecahkan “why” dengan kepercayaan mereka kepada personalized omnipotency (pribadi mahadaya) dan para saintis memecahkannya dengan mempercayai sains. Dalam diskusi-diskusi antara keduanya tidak satu fihakpun yang mamapu memeberikan bukti secara terinci misalnya masalah apa yang sesungguhnya telah terjadi pada saat Bang dalam Big Bang, baik sains maupun teologi tidak dapat menjelaskannya secara cermat dan dapat difahami manusia apa sesungguhnyan yang telah terjadi sehingga tidak seorangpun akan tahu apa sebenarnya yang telah terjadi pada saat Big Bang (DR. Luco van den Brom, fisikawan dan pendeta gereja Protestan).

Dalam diskusi-diskusi sains dan teologi masalah percaya dan kepercayaan individual menjadi suatu basis pijak bagi wacana pemikiran yang digelar dalam usaha menjawab “why” dan memecahkan dengan cermat problematika yang dihadapi di lapangan. Dari kenyataan demikian itu muncul saintis yang berpijak pada pandangan teologi namun memecahkan problematika di lapangan dengan metodologi sains. Praktek demikian ini berimplikasi adanya dualitas pemikiran dalam menjelaskan latar belakang peristiwa-peristiwa. Premis demikian ini kadang-kadang menghasilkan spekulasi yang tak tanggung-tanggung dalam mendefinisikan kebenaran dan realitas. Contoh klasik dapat diperhatikan kepada pernyataan Einstein ketika tidak bisa menerima rumusan Kucing Schrodinger yang setengah mati dan setengah hidup sekaligus dan selanjutnya diungkapkan dalam Kosmologi dengan premisnya “Tuhan tidak bermain dadu – God does’nt play dice”.

Pendapat S.W. Hawking dan S. Weinberg mengenai tidak diperlukannya ada pribadi pencipta alam semesta karena alam semesta dapat berada, ada, lahir, muncul, secara sendirinya dari suatu ketiadaan sesungguhnya melanggar hukum kausalitas ruang-waktu yang umumnya diterima oleh para saintis. Para saintis mengakui bahwa (juga oleh Hawking dan Weinberg) adanya manusia di alam semesta adalah akibat dari berlangsungnya hukum evolusi biologi. Dalam evolusi biologi berlaku hukum kausalitas di mana diketahui sekarang ini bahwa asal-usul kehidupan di Bumi adalah dari reaksi fusi inti atom-atom Hydrogen (zat air) yang terjadi di pusat-pusat bintang sejenis Matahari atau yang lebih besar dan berat lainnya. Data empiris dan analisis statistik menunjukkan bahwa model cairan kelabu dalam otak manusia di mana tersusun jaringan neuron yang secara biologis dibatasi oleh hukum kausalitas. Sehingga akal dan pemikiran manusia ditambah lagi dengan perasaan (manifestasi medan biologis) sulit menerima terjadinya suatu peristiwa (event) tanpa sebab atau yang ada begitu saja, walaupun secara matematis (peralatan canggih bagi logika dan rasionalitas) bisa dibuktikan hingga saat ini.

Misalnya hipotesis Hawking-Hartle mengenai penciptaan alam semesta dalam model matematis “No Boundary Proposals” yang dapat membuktikan untuk pertama kalinya bahwa alam semesta lahir/berada/muncul dari ketidak-ada-an , nihil (nothingness, nihilo) memang secara matematis korek dan bisa dilacak, dan dari beberapa data pengamatan yang sampai saat ini telah diakumulasi membenarkan banyak sekali ramalan atau dalam bahasa mentereng kosmologi “prediction” yang ditayangkan oleh No Boundary Proposals. Walaupun Hawking sendiri menyatakan di depan publik bahwa alam semesta muncul demikian saja: “It’s just be!”. Namun hal demikian tetap tidak mampu menghentikan pertanyaan “why” yang muncul pada pemikiran manusia. Manusia tidak bisa menghentikan pemikirannya kepada suatu titik koordinat yang berada di lembaran ruang-waktu yang tidak berbatas tetapi terukur.

Ditinjau dari semua model ruang-waktu yang ada dalam hazanah ilmu pengetahuan manusia, gerak pemikiran manusia itu mengembang terus seiring pengembangan alam semesta dan ini merupakan salah satu petunjuk islamnya pemikiran yang menjadi bagian dari akhlaaq manusia. Jika pernyataan Hawking: “It’s just be” dibandingkan dengan peryataan wahyu Qurani: “Kun!”, maka dapat kita temukan hukum kausalitasnya pada apa yang oleh wahyu Qurani disebut sebagai Allah swt. Tetapi jika hukum kausalitas ini kita buang dari sistim ruang-waktu maka seluruh sistim ruang-waktu bakal rusak oleh ketiadaan sebab dan akibat sehingga yang kita sebut ruang-waktu sebagai suatu kesatuan juga ikut terbuang. Interpretasi SW. Hawking dan S. Weiberg atas kemunculan alam semesta dengan sendirinya sebagai suatu peristiwa tanpa sebab tidak sesuai dengan tinjauan munculnya panah waktu termodinamis dari persyaratan perbatasan alam semesta. Dari hasil studi No Boundary Proposals dan analisa terhadap guncangan (perturbation) model Friedman yang berisi medan skalar (scalar field) massif, diketahui guncangan gelombang gravitasi mempunyai suatu amplitudo yang tetap berada pada rezim linier di setiap saat dan kira-kira (dalam waktu) tetap simetris menurut waktu perluasan maksimal alam semesta. Guncangan perpadatan (density perturbation) yang kecil di ujung mula kesejarahan alam semesta bertingkah berlainan, semakin membesar dan non-linier ketika alam semesta meluaskan diri. Pada ujung ahir kesejarahan alam semesta guncangan perpadatan tidak mengecil kembali. Karena itu guncangan perpadatan melahirkan panah waktu termodinamis yang mengarah pada suatu arah yang tetap, sementara alam semesta meluas dan menciut kembali. Panah waktu tidak berbalik arah pada saat alam semesta mencapai titik pengembangan maksimal. [S.W.Hawking, R.Laflamme & G.W. Lyons, 18 Jan 1993].

Dari analisis di atas kita dapat semakin mengerti bahwa manusia bersama-sama otaknya yang menjadi mesin berfikir secara akhlaaq biologis dibatasi oleh sistim kesatuan ruang-waktu di mana berlaku hukum kausalitas yang inheren di dalamnya. Maka interpretasi kemunculan alam semesta tidak mungkin dipisahkan dari kesatuan ruang-waktu dan sekaligus dibatasi oleh satuan ruang-waktu di mana implikasinya adalah pengakuan terhadap adanya sebab paling awal dan satu-satunya yang dapat ditelusur melalui kata bada’a (ba-dal-‘ain) yang digunakan menuliskan wahyu Qurani QS.2:117. Ayat tersebut memanifestasikan suatu peristiwa yang solid, massif dan awal dari segala awal.

Penelusuran yang baru saja kita lakukan tadi menunjukkan kepada kita berlakunya ketentuan wahyu Qurani yang menuntut kesatuan/kemanunggalan dialektis atas interpretsi/pemahaman/tafsir ayat-ayat Qurani dengan ayat-ayat Kauni (sains) secara timbale balik yang akan menghasilkan suatu pemahaman yang semakin dekat dengan realitas kebenaran yang menjadi obyek pengenalan dan studi kita. Sekaligus terungkap sejarah pemikiran manusia yang semenjak manusia diajar untuk mengenal nama-nama benda seluruhnya di dalam praktek kehidupan adalah suatu tindak pembelajaran saintifik dengan akal, fikiran, perasaan dan semua perangkat penginderaan yang secara biologis ada pada diri manusia.

Wa bii Allahi taufiqu wa al-hidayah wassalam,

Siradj Al-Soloni
24 Oktober 2011

Stephen Weinberg: Adakah Pencipta Alam Semesta ?

October 3, 2011

Pengantar:

Assalamu’alaikum wr wb,

Saya mengharapkan kita sebagai anggauta milis Tasykiyyatun Nafs Dzikrullah cukup dewasa setelah menguasai, baik teori maupun praktek, shalat khusu’ yang diajarkan oleh para uzstad shalat khusu’. Dewasa yang saya maksudkan adalah kedewasaan dalam mengenal dan memahami Dinul Islam yang mendekati maksud dari Yang Maha Menetapkan Dinul Islam sebagai satu-satunya al-diin yang diabsyahkan bagi manusia (“Inna al-ddiinaaa ‘inda Allahi al-Islam” QS.3:19). Dengan kedewasaan demikian kita dapat mengenal dan memahami Allah swt sesuai dengan firman-firmanNYA yang telah diwahyukan kepada para nabi, rasul dan alam semesta. Di waktu yang lalu telah saya poskan pemikiran-pemikiran Prof. S.W. Hawking Ph.D yang bisa memberikan referensi aktual bagi konsepsi pemikiran kita pribadi dan mungkin juga secara kolektif. Dalam kesempatan ini saya poskan kepada saudara-saudara seiman pemikiran Prof. DR. Steven Weinberg, seorang fisikawan yang dihormati dan pemenang Hadiah Nobel untuk Fisika tahun 1979. Pemikiran Steven Weinberg ini bobot argumentasinya baik secara teknis maupun populer cukup berat karena kepadatan materinya bisa memungkinkan alam pemikiran kita melengkung, seperti bobot black hole yang dapat melengkungkan kain tenun alam semesta. Cara kita membacanya dan menghadapinya sama saja dengan pengalaman kita membaca pemikiran S.W. Hawking yang lalu. Semoga terjemahan bebas yang saya sajikan ini dapat meningkatkan akhlaaq biologis kita semua ketingkat akhlaaq Karimah yang kita tuju.

Wa bii Allahi taufiqu wa al-hidayah wassalam,

Siradj Al-Soloni

—————————————————————————————

oleh Steven Weinberg

Professor Fisika, Universitas Texas di Austin
Pemenang Hadiah Nobel untuk Fisika th 1979.

Saya telah diminta memberikan komentar mengenai apakah alam semesta ini mempertunjukkan tanda-tanda adanya suatu perancangan (design) sebelum keberadaannya.

1 – Saya tidak melihat bagaimana mungkin membicarakan masalah demikian tanpa sedikitnya memiliki ide tentang seperti apa suatu kepribadian perancang (a designer) yang tidak saya kenal itu. Sehingga alam semesta yang manapun sebagai hasil kerja suatu kepribadian perancang dapat dijelaskan. Bahkan suatu alam semesta yang sepenuhnya khaotis, tanpa adanya suatu hukum dan aturan samasekali, diperkirakan akan dapat dirancang oleh seorang idiot.

Problema yang menurut hemat saya pantas memperoleh pemecahan, dan barangkali tidak mungkin untuk dipecahkan, adalah apakah alam semesta mempertunjukkan tanda-tanda telah dirancang oleh suatu figur suci atau tuhan (deity) yang kurang lebih mirip dengan yang ada pada agama-agama tradisional monoteistis — tidak perlu harus suatu figur suci dari langit-langit atap gereja Sistine Chapel, namun sedikitnya suatu jenis kepribadian (personality), suatu jenis intelegensi, yang telah menciptakan alam semesta dan yang mempunyai perhatian terhadap kehidupan, khususnya kehidupan manusia. Saya menduga ide demikian ini bukanlah ide suatu kepribadian perancang yang dipercayai oleh kebanyakan yang hadir di sini. Anda sekalian boleh menyatakan kepada saya bahwa Anda memikirkan sesuatu yang yang lebih abstrak, suatu jenis semangat keberaturan kosmis dan keharmonisan, sebagaimana yang dianut oleh Einstein. Sudah sewajarnya Anda sekalian mempunyai kebebasan untuk berfikir demikian, namun selanjutnya saya masih juga tidak mengerti mengapa Anda sekalian menggunakan kata-kata ‘perancang’ atau ‘God’, kecuali barangkali sebagi suatu bentuk mimicri*) saja.

*) mimicri=sifat binatang yang dapat berubah warna kulitnya, seperti bunglon (catatan peterjemah)

Biasanya sudah jelas bahwa alam telah dirancang oleh suatu jenis intelegensi. Bagaimana lagi memahami tentang api dan hujan dan halilintar dan gempa bumi? Di atas segala-galanya, kesemua kemampuan yang mengagumkan dari mahluk hidup tampak menunjuk kepada suatu pencipta yang memiliki suatu perhatian terhadap kehidupan. Dewasa ini kita memahami hampir semua ini dalam terminologi kekuatan atau daya fisika yang beraksi di bawah penguasaan hukum-hukum yang tidak berkepribadian (impersonal laws).

Kita masih belum mengetahui hukum-hukum yang paling dasar, dan kita juga belum dapat memahami konsekwensi dari hukum-hukum yang sudah kita ketahui. Fikiran manusia masih tetap sulit memahami, namun demikianlah keadaannya seperti cuaca. Kita tidak dapat memperkirakan apakah akan turun hujan atau tidak dalam satu bulan mendatang, tetapi kita mengetahui aturan-aturan yang menguasai turunnya hujan, sekalipun kita tidak dapat selalu memperhitungkan konsekwensinya. Saya tak mengetahui apapun mengenai fikiran manusia lebih dari apa yang saya ketahui tentang cuaca sebagai sesuatu yang berada di luar jangkauan harapan untuk memahaminya sebagai konsekwensi dari berlakunya hukum-hukum tidak berkepribadian yang sudah bermilyar-milyar tahun bekerja.

Tampaknya tidak ada perkecualian apapun bagi aturan alamiah ini dengan apa yang dinamakan sebagai keajaiban-keajaiban. Saya berkesan bahwa dalam masa-masa sekarang ini kebanyakan para ahli teologi merasa malu bila membicarakan persoalan keajaiban-keajaiban, sedangkan kepercayaan-kepercayaan monoteis besar dibangun di atas dasar cerita-cerita keajaiban — semak-semak yang terbakar (api di semak-semak), kuburan kosong, malaikat yang mendiktekan Quran kepada Muhammd — dan beberapa dari kepercayaan-kepercayaan ini mengajarkan bahwa keajaiban-keajaiban itu masih berlanjut hingga hari-hari sekarang ini. Bukti-bukti dari semua keajaiban-keajaiban ini bagi saya tampaknya semakin lemah beberapa kali lipat daripada bukti-bukti dari penggabungan dingin inti-atom (cold fussion), saya tidak percaya penggabungan dingin inti-atom. Di atas segalanya itu, sekarang kita memahami bahwa bahkan keberadaan manusia adalah hasil dari seleksi alamiah yang berlangsung selama jutaan tahun dari pembiakan dan makan.

Saya kira seandainya kita melihat di mana saja tangan suatu kepribadian perancang, itu tidak lain adalah prinsip-prinsip dasar, hukum-hukum alam terahir, buku peraturan yang mengatur dan menguasai seluruh fenomena alami. Kita belum mengetahui hukum terahir, namun sejauh yang dapat kita amati, hukum-hukum itu sungguh tidak berkepribadian dan diam tanpa peranan istimewa terhadap kehidupan. Sesungguhnya tidak ada gaya, kekuatan, tenaga kehidupan. Seperti dikatakan oleh almarhum Richard Feynman, bila Anda melihat alam semesta dan memahami hukum-hukumnya, ‘semua teori yang menyatakan bahwa semua yang telah diatur adalah suatu panggung bagi God untuk menyaksikan perjuangan manusia untuk kebaikan dan melawan kejahatan kelihatannya tidaklah mencukupi.’

Memang benar, ketika kwantum mekanika menjadi suatu hal baru, sebagian ahli fisika berpendapat bahwa hal tersebut menempatkan manusia kembali ke dalam gambar peta, sebab prinsip-prinsip kwantum mekanika menyatakan kepada kita bagaimana menghitung kemungkinan-kemungkinan dari bermacam-macam hasil yang mungkin dapat diketemukan oleh manusia pengamat. Akan tetapi, dimulai dari karya Hugh Everett ampat puluh tahun yang lalu, kecenderungan para ahli fisika yang memikirkan secara mendalam permasalahan ini telah membuat formulasi ulang atas kwantum mekanika dalam suatu cara obyektif menyeluruh, di mana para pengamat diperlakukan seperti apa saja sebagaimana yang lain-lainnya. Saya tak tahu apakah programma ini telah sepenuhnya sukses samasekali, tetapi saya kira bakal demikian.

Harus saya akui bahwa, bahkan apabila para ahli fisika akan melangkah sejauh yang dapat dilakukannya, ketika kita mempunya teori terahir yang pasti (a final theory), kita masih akan tetap tidak memiliki gambaran yang memuaskan atas alam semesta, sebab yang akan disisakan bagi kita tetap adalah suatu pertanyaan ‘mengapa?’ Mengapa teori ini, kenapa bukan teori yang lain? Misalnya, mengapa alam semesta dijelaskan oleh kwantum mekanika? Kwantum mekanika adalah satu bagian dari fisika saat ini yang tampaknya bisa bertahan secara utuh dalam teori-teori di masa depan, memang tidak ada sesuatupun yang secara logis tak terhindarkan mengenai kwantum mekanika; saya dapat membayangkan suatu alam semesta yang diatur oleh suatu hukum mekanika Newton sebagai gantinya. Sehingga dengan demikian tampaknya akan tetap ada misteri yang tidak bisa berkurang dan dapat dihapuskan oleh sains.

Juga teori-teori agama dari suatu kepribadian perancang menghadapi problematika yang sama. Baik Anda maksudkan suatu keputusan yang ditetapkan God, suatu kepribadian perancang (a designer), atau bukan kedua-duanya samasekali. Jika Anda tidak menetapkan salah satunya, lantas apa yang sedang kita perbincangkan? Jika Anda maksudkan adalah sesuatu yang ditetapkan oleh ‘God’ atau ‘designer’, jika misalnya Anda mempercayai suatu God yang pencemburu, atau pencinta, atau intelligent, atau yang aneh tingkah-lakunya (whimsical), maka Anda masih akan berhadapan dengan pertanyaan ‘mengapa (why)?’ Suatu agama mungkin bisa saja menyatakan bahwa alam semesta ini diatur oleh suatu jenis God, daripada jenis God yang lain, dan mungkin bisa memberikan bukti-bukti bagi kepercayaan yang demikian, namun hal tersebut tetap tidak dapat menjelaskan mengapa harus demikian itu.

Dalam hal ini, tampaknya fisika berposisi lebih baik untuk dapat memberikan sebagian penjelasan-penjelasan yang memuaskan kepada kita mengenai dunia daripada apa yang pernah diberikan oleh agama-agama, sebab walaupun fisika tidak akan mampu menjelaskan mengapa hukum alam adalah sedemikian adanya dan bukan sesuatu yang samasekali berbeda, paling tidak kita mampu menjelaskan mengapa sedikit tidak berbeda. Misalnya, tak seorangpun yang mampu memikirkan suatu alternatif yang konsisten logis bagi kwantum mekanika yang agak berbeda sedikit. Sekali Anda berusaha memulai membuat suatu perubahan kecil saja dalam kwantum mekanika, Anda akan melibatkan teori-teori dengan kemungkinan-kemungkinan negatif atau absurditas logis yang lain lagi.

Apabila Anda mengkombinasikan kwantum mekanika dengan relativitas maka Anda akan meningkatkan kerapuhan logikanya. Anda akan menemukan bahwa apabila Anda tidak mengatur urutan teori persis sebagaimana seharusnya maka Anda tidak akan mendapatkan apapun (nonsens), seperti akibat yang mengikuti sebab, atau probabilitas tak terhingga. Teori-teori keagamaan di satu fihak tampak lentur tak berhingga dengan ketiadaan usaha untuk mengatasi pembuatan bermacam-macam tuhan-tuhan yang mungkin difikirkan.

Sekarang hal itupun tidak dapat menetapkan suatu keputusan bagi saya untuk mengatakan bahwa, kita tidak melihat tangan suatu kepribadian perancang dalam apa yang telah kita fahami mengenai prinsip-prinsip dasar sains. Hal itu mungkin memang demikian saja, sekalipun prinsip-prinsip ini tidak secara eksplisit bersangkutan dengan kehidupan, apalagi kehidupan manusia, setidak-tidaknya kesemuanya itu secara ahli telah dirancang agar berada.

Sebagaian ahli fisika berpendapat bahwa, beberapa konstanta alami yang tertentu mempunyai harga yang secara misterius dicocokkan (fine-tuned=gathuk – bhs Jawa) sedemikian rupa ke suatu harga yang memperbolehkan mungkinnya ada suatu kehidupan, dalam suatu cara yang hanya dapat dijelaskan dengan berlangsungnya suatu campurtangan dari suatu kepribadian perancang yang mempunyai perhatian istimewa terhadap kehidupan. Saya tidak heran dengan contoh kecocokan (fine-tuning) yang diperkirakan ini. Misalnya sebagai contoh, satu hal yang paling sering dikutip sebagai contoh mengenai bab kecocokan ini (fine-tuning) adalah berkaitan dengan sifat yang dimiliki oleh inti-atom Carbon. Materi sisa dari beberapa menit pertama alam semesta hampir seluruhnya adalah Hydrogen dan Helium, dan hampir tak ada satupun elemen-elemen yang lebih berat lain seperti Carbon, Nitrogen dan Oksigen yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan. Elemen-elemen berat yang kita dapatkan di Bumi ini diproduksi setelah beberapa ratus juta tahun kemudian di dalam pusat-pusat bintang generasi pertama, yang kemudian dimuntahkan ke dalam kabut gas yang ada diantara bintang-bintang di mana salah satunya kabut gas yang membentuk sistim matahari kita.

Langkah pertama dalam seluruh proses reaksi inti yang menghasilkan elemen-elemen berat di pusat-pusat bintang awal biasanya adalah pembentukan inti-atom dari tiga inti-Helium. Kesempatan membentuk inti-Carbon dalam bentuk normalnya (bentuk energi paling rendah) hampir tidak ada pada tabrakan tiga inti-Helium, namun akan ada kemungkinan untuk memproduksi cukup besar sejumlah Carbon di dalam bintang-bintang apabila inti Carbon hadir dalam suatu kemasan bentuk radioaktif dengan energi kira-kira 7 juta elektron volts (MeV) di atas energi bentuk normalnya, yang sesuai dengan energi tiga inti-Helium, tetapi (demi alasan-alasan yang akan saya tunjukkan nanti) tidak lebih dari 7.7 MeV di atas bentuk energi normal.

Bentuk radioaktif suatu inti-Carbon dapat dengan gampang dibentuk di dalam bintang-bintang dari tiga inti-Helium. Sesudah itu bakal tidak ada problem lagi untuk memproduksi Carbon biasa; inti-Carbon dalam bentuk radio aktifnya akan dengan tiba-tiba (spontaneously) memancarkan radiasi dan berubah menjadi Carbon dalam bentuk normalnya yang tidak radioaktif, suatu bentuk kemasan energi yang ditemukan di Bumi. Titik kritis dalam memproduksi Carbon adalah adanya suatu bentuk radioaktif yang diproduksi dari tabrakan tiga inti-Helium.

Sesungguhnya secara eksperimental telah dikenal Carbon yang memiliki suatu bentuk radioaktif presis demikian dengan energi 7.65 MeV di atas bentuk normal. Pertama-tama tampaknya seperti suatu pemberitahuan yang sangat dekat dengan apa yang dimaksud; energi bentuk radioaktif Carbon ini terbebaskan dari batas tertinggi untuk memperkenankan pembentukan Carbon ( dan selanjutnya pembentukan kita-kita ini) hanya dengan 0,05 MeV, yang jelas kurang dari satu presen dari 7,65 MeV. Hal ini bisa kelihatan bahwa, konstanta alami di mana sifat-sifat internal dari semua inti bebas telah secara sangat hati-hati dicocokkan agar memungkinkan adanya kehidupan.

Apabila di sini dilihat lebih dekat lagi, maka kecocokkan konstanta alami tampaknya tidak begitu baik. Kita harus mempertimbangkan alasan mengapa pembentukan Carbon di bintang-bintang memerlukan keberadaan suatu bentuk Carbon radioaktif dengan energi tidak lebih dari 7,7 Mev di atas energi dalam bentuk normal. Alasannya adalah bahwa, inti-Carbon dalam bentuk ini ternyata dibentuk dalam suatu proses dua langkah: pertama, dua inti-Helium bergabung membentuk inti suatu isotop Beryllium yang tidak stabil, Beryllium 8, yang adakalanya sebelum berantakan dapat menangkap inti-Helum yang lain guna membentuk suatu inti-Carbon dalam bentuk radioaktifnya yang sesudah itu kemudian meruntuh menjadi Carbon yang normal. Jumlah energi diam keseluruhan inti-Beryllium 8 dan inti-Helium adalah 7,4 MeV di atas energi dalam bentuk normal inti-Carbon; sehingga apabila energi-Carbon dalam bentuk radioaktif lebih dari 7,7 MeV maka hal itu hanya bisa dibentuk dalam suatu tabrakan antara inti-Helium dengan inti-Beryllium 8 jika energi gerak dari kedua inti ini paling sedikit 0,3 MeV—suatu energi yang tampaknya secara ekstrim terletak pada skala temperatur yang terdapat di dalam pusat-pusat bintang.

Dengan demikian masalah menentukan yang mempunyai efek atas produksi Carbon di dalam bintang-gemintang bukan 7,65 MeV – energi dari bentuk radioaktif Carbon di atas bentuk normal, tetapi 0,25 MeV – energi dari bentuk radioaktif, suatu campuran tak stabil dari suatu inti-Beryllium 8 dan inti-Helium, di atas energi inti-inti itu yang dalam keadaan diam memiliki energi sebesar 0,20 MeV.

2 – Energi ini berada tidak terlalu tinggi bagi produksi Carbon dengan suatu bagian harga sebesar 0,05 MeV/0,25 MeV, atau 20 persen, yang sesungguhnya ternyata tidak terlalu dekat. Kesimpulan yang menyangkut pelajaran-pelajaran ini yang dipelajari dari sintesis Carbon adalah sesuatu yang masih diperdebatkan (controversial). Dalam kasus apapun, akan ada satu konstanta yang harganya tampak sungguh tidak begitu pas dicocokkan bagi keberuntungan kita. Itu adalah kepadatan energi ruang hampa, yang juga dikenal sebagai konstanta kosmologi. Ia dapat mempunyai harga yang mana saja, tetapi dari prinsip-prinsip pertama siapapun dapat memperkirakan bahwa, konstanta ini haruslah sangat besar dan bisa positif atau negatif. Apabila harganya besar dan positif, maka konstanta kosmologi akan berkelakuan sebagai suatu gaya dorong yang meningkat dalam jarak, suatu gaya yang menghalangi materi untuk menggumpal bersama pada awal-awal permulaan alam semesta, adalah suatu proses langkah pertama yang telah berlangsung dalam pembentukan galaksi-galaksi dan bintang-bintang dan planet-planet dan manusia. Jika besar dan negatif maka konstanta kosmologi akan berpolahlaku sebagai suatu gaya tarik yang meningkat dalam jarak, suatu gaya yang hampir-hampir sesegera mungkin membalikkan pengembangan alam semesta dan yang menyebabkan keruntuhan kembali, yang tidak memberi waktu bagi berlangsungnya evolusi kehidupan. Nyatanya pengamatan astronomi menunjukkan bahwa, konstanta kosmologi sangat kecil, sangat lebih kecil daripada yang telah diperkirakan dari prinsip-prinsip pertama.

Masih sangat pagi untuk memberitahu apakah ada suatu prinsip dasar yang dapat menjelaskan mengapa konstanta kosmologi harus sedemikian kecilnya. Jika seandainya tidak ada prinsip semacam itu, perkembangan ahir-ahir ini di dalam kosmologi menawarkan kemungkinan suatu penjelasan mengapa harga konstanta kosmologi yang terukur dan konstanta-konstanta fisika lainnya menguntungkan bagi kemunculan kehidupan yang cerdas. Menurut teori-teori ‘inflasi kaotis’ dari André Linde dan yang lain, pengembangan awan milyaran galaksi-galaksi yang kita namakan sebagai ‘big bang’ mungkin hanyalah satu fragmen dari suatu alam semesta yang lebih besar di mana big bang berlangsung terus menerus sepanjang waktu, setiap masing-masing dengan harga-harga konstanta dasar yang berbeda-beda.

Dalam gambaran sedemikian itu alam semesta berisi banyak sekali bagian-bagian dengan berbagai macam harga yang berbeda-beda apa yang kita namakan sebagai konstanta alami, maka tidaklah sulit untuk memahami mengapa konstanta ini mengambil harga yang menguntungkan bagi keberadaan kehidupan cerdas. Bakal banyak sekali terjadi big bang di mana konstanta-konstanta alami mengambil harga yang tidak menguntungkan bagi adanya kehidupan, dan sedikit saja di mana kehidupan bisa dimungkinkan. Anda tidak perlu melibatkan suatu kepribadian perancang yang bermurah hati untuk dapat menjelaskan mengapa kita berada di salah satu bagian alam semesta yang memberi kemungkinan adanya kehidupan: sedangkan di bagian-bagian lain alam semesta tak seorangpun yang mempertanyakannya. Jika teori apapun dari tipe keumuman demikian ini benar-benar akan menjadi benar tepat, kemudian disimpulkan bahwa konstanta alami telah dicocokkan oleh suatu kepribadian perancang yang bermurah hati, maka adalah seperti mengatakan ‘Apakah tidak sungguh menyenangkan bahwa God telah menempatkan kita di Bumi di mana ada air dan gaya tarik permukaan tanah dan temperatur yang sedemikian nyaman, dan bukannya di tempat yang mengerikan seperti di planit Mercuri atau Pluto?’ Di mana lagi di dalam sistim Matahari ini kecuali di Bumi kita dapat berkembang biak?

Alasan sedemikian itu dinamakan sebagai alasan ‘anthropik’. Kadang-kadang hanyalah bermuatan menggarisbawahi suatu penekanan bahwa hukum alam adalah seperti apa adanya sedemikian rupa agar supaya kita bisa berada, tanpa penjelasan lebih lanjut. Bagi saya ini agak lebih lumayan daripada abrakadabra mistik. Di lain fihak, seandainya benar-benar ada sejumlah besar dunia di mana beberapa konstanta mengambil harga yang berbeda-beda, maka penjelasan athropik mengenai mengapa dalam dunia kita diambil harga yang menguntungkan bagi adanya kehidupan adalah hanya suatu hal yang biasa sama-sama diketahui saja, seperti menjelaskan mengapa kita hidup di Bumi dan tidak di Mercuri atau Pluto. Harga sesungguhnya konstanta kosmologi yang baru-baru ini diukur dengan pengamatan terhadap gerak supernovae yang jauh sekali letaknya, adalah sebagaimana yang Anda harapkan dari argumentasi semacam ini: adalah memang cukup kecil agar tidak banyak camputangan sehingga mengganggu pembentukan galaksi-galaksi.

Namun kita masih belum mengetahui secukupnya mengenai fisika agar dapat menjelaskan apakah di sana ada bagian-bagian alam semesta yang berbeda-beda di mana yang biasa dikatakan sebagai konstanta fisika benar-benar telah mengambil harga-harga yang berbeda-beda. Ini bukanlah suatu pertanyaan yang tidak berpengharapan; kita akan mampu menjawabnya jika kita mengetahui lebih banyak lagi teori kwantum gravitasi daripada yang sekarang kita ketahui.

3 – Dengan demikian jelaslah bagi suatu kepribadian perancang yang bermurah hati apakah kehidupan ini benar-benar lebih baik dari yang dapat diharapkan dari kehidupan di atas dasar lain. Untuk menilai hal ini, kita harus ingat bahwa suatu kemampuan bersenang-senang bakal segera bersiap mengembangkan diri melalui seleksi alamiyah, sebagai suatu daya tarik bagi binatang-binatang yang butuh makan dan berkembang biak agar mewariskannya kepada gen-gen mereka. Hal itu tampaknya demikian bahwa seleksi alamiyah di salah satu planit akan menghasilkan binatang-binatang yang demikian beruntungnya untuk memiliki suatu waktu luang dan kemampuan melakukan kerja sains dan berfikir secara abstrak, sedangkan contoh atas apa yang dihasilkan oleh evolusi adalah sangat menyimpang, atas dasar fakta bahwa hanyalah kasus-kasus yang beruntung ini saja yang terdapat seseorang yang memikirkan mengenai perancangan kosmis. Para ahli astronomi menamakannya sebagai suatu akibat seleksi.

Alam semesta itu sangat luas dan mungkin tak berbatas, sehingga tidaklah mengherankan bila sejumlah tak berapa besar yang tidak terkira di kalangan planit-planit hanya dimungkinkan untuk menopang kehidupan yang tidak memiliki kecerdasan dan masih ada sejumlah lebih besar lagi lainnya tidak dapat mendukung adanya kehidupan samasekali, di sana ada beberapa fraksi kecil sekali yang ada mahluk hidup yang berkemampuan untuk memikirkan tentang alam semesta, sebagaimana yang kita lakukan di sini. Seorang wartawan yang diberi tugas mewawancarai seorang pemenang lotere mungkin merasa bahwa suatu pribadi pemelihara telah mengerjakan sesuatu bagi kemenangannya, namun dia harus ingat bahwa sejumlah yang lebih besar pemain lotere tidak diwawancarinya karena mereka tidak memenangkan apapun. Jadi untuk menilai apakah hidup kita menunjukkan bagi adanya suatu kepribadian perancang yang bermurah hati, kita harus mempertanyakan apakah kehidupan ini lebih baik daripada yang kita harapkan dalam kasus ini dari apa yang kita ketahui mengenai seleksi alamiyah, akan tetapi kita perlu memperhitungkan penyimpangan yang sudah dikemukakan oleh kenyataan bahwa kitalah yang sebenarnya berfikir mengenai problematika itu.

Ini adalah pertanyaan yang akan harus Anda sekalian jawab sendiri. Menjadi seorang fisikawan bukanlah pertolongan untuk menjawab pertanyaan semacam ini, maka saya harus mengatakan dari pengalaman pribadi saya sendiri. Hidup saya sungguh sangat berbahagia, barangkali di atas 99,99 persen kebahagian manusiawi, namun demikian, saya menyaksikan ibu saya meninggal dunia dimakan kanker dengan kesakitan, kepribadian ayah saya dihancurkan oleh penyakit Alzheimer, dan sejumlah banyak sepupu kedua dan ketiga yang dibunuh dalam peristiwa Holocaust. Tanda-tanda bagi adanya suatu kepribadian perancang yang bermurah hati samasekali menjadi tersembunyi.

Meratanya kejahatan dan kesengsaraan selalu mengganggu mereka yang mempercayai kemurahan hati dan kemahakuasaan God. Kadang-kadang God diselamatkan dengan menunjukkan adanya kebutuhan bagi kebebasan kehendak. Milton memberi argumentasi ini kepada God dalam Surga yang Hilang (Paradise Lost):

Aku bentuk mereka merdeka, dan mereka harus tetap merdeka
Hingga mereka terpikat sendiri: Aku menjadi lain
Kodrat mereka, dan dekrit tinggi dicabut
Tidak dapat diubah, abadi, yang ditakdirkan
Kemerdekaan mereka; mereka sendiri mentakdirkan lenyap.

Rasanya seperti sedikit tidak adil bagi keluarga saya yang dibunuh agar menyediakan kesempatan bagi kehendak merdeka orang Jerman, bahkan dengan mengkesampingkan hal itu, bagaimana dengan kehendak merdeka yang diberikan kepada kanker? Apakah itu suatu kesempatan kehendak merdeka bagi tumor-tumor?

Saya tidak perlu berdebat di sini bahwa kejahatan di dunia ini membuktikan bahwa alam semesta tidak dirancang, tetapi hanya di situ tidak ada tanda-tanda kemurahan hati yang mungkin telah menunjukkan tangan suatu kepribadian perancang. Nyatanya persepsi yang menyatakan bahwa God tidak bisa bermurah hati sudah sangat tua. Karya-karya yang ditulis oleh Aeschylus dan Euripides telah secara eksplisit menyatakan bahwa, god-god itu sangat mementingkan diri sendiri dan kejam, walaupun mereka mengharapkan manusia berpolah-tingkah lebih baik. God di dalam Perjanjian Lama (Old Testament) memberitahu kita agar menampar kepala kaum kafir dan meminta kita agar bersedia mengorbankan hidup anak-anak kita demi perintah-perintah Nya (His), dan God Kristen tradisional dan Islam akan mencelakakan kita untuk selamanya apabila tidak mau memuja Dia dengan cara yang benar. Demikiankah cara berkelakuan yang baik? Saya tahu, saya tahu, kita tidak diharapkan menilai God sesuai dengan ukuran-ukuran manusiawi, tetapi Anda di sini dapat melihat ada masalah: Jika kita belum meyakini keberadaanNya (His), dan sedang mencari tanda-tanda kemurahan hati-Nya (His), maka ukuran-ukuran yang lain mana lagi yang kita pergunakan?

Permasalahan tematik (The issues) yang telah diajukan kepada saya agar menyampaikannya di sini tampaknya terlalu banyak yang sudah kedaluwarsa, ketinggalan zaman (to be terribly old-fashioned). ‘Argumentasi dari perancangan (design)’ yang dibuat oleh ahli teologi Inggris William Paley tidak dipedulikan oleh banyak orang dewasa ini. Wibawa dari agama (religion) tampaknya dewasa ini berasal dari apa yang orang-orang ambil sebagai pengaruh moralnya, daripada dari apa yang mungkin difikirkan mereka sebagai sukses pengamatan agama atas segala sesuatunya yang dapat kita saksikan di dunia (world). Sebaliknya saya harus mengakui, walaupun saya sungguh-sungguh tidak percaya kepada suatu perancang kosmis, alasan yang telah saya ambil dengan bersusahpayah untuk menyampaikan argumentasi terhadap permasalahan itu adalah bahwa, saya kira dalam hitungan terahir pengaruh agama telah sangat berantakan.

Persoalan ini adalah suatu persoalan yang terlalu besar untuk dipecahkan di sini. Di satu fihak saya dapat menunjukkan contoh-contoh yang tak berkesudahan akan kerugian yang telah ditimbulkan oleh antusiasme religius, menjelajahi sejarah panjang pembunuhan-pembunuhan masal (a long history of progroms), perang-perang keagamaan (crusades), dan jihad-jihad. Di dalam abad kita sendiri kita saksikan Sadat telah dibunuh oleh seorang fanatikus ekstrem (a zealot) Muslim, seorang fanatikus ekstrem Yahudi telah membunuh Rabin, dan seorang fanatikus ekstrem Hindu telah membunuh Gandhi. Tidak seorangpaun yang akan mengatakan bahwa Hitler adalah seorang fanatikus ekstrem Kristen, akan tetapi sangatlah sulit untuk membayangkan bahwa, Nazisme telah terbentuk sebagaimana yang telah ada tanpa dasar-dasar yang disediakan oleh berabad-abad anti-Semitisme agama Kristiani. Di fihak lain banyak pengagum agama akan menunjukkan contoh-contoh kebaikan yang telah dilakukan oleh agama. Misalnya dalam buku terahir Dunia-dunia yang Dibayangkan (Imagined Worlds), ahli fisika terhormat Freeman Dyson telah menekankan peranan kepercayaan religius dalam penindasan perbudakan. Saya ingin berkomentar sedikit pada masalah ini, jangan mencoba membuktikan sesuatu dengan satu contoh demi memberikan ilustrasi apa yang menurut fikiran saya adalah pengaruh moral keagamaan.

Adalah sudah tentu benar bahwa, kampanye melawan perbudakan dan perdagangan budak telah sangat diperkuat oleh kaum Kristen yang salih, termasuk seorang awam penganut Evangeli – William Wilberforce di Inggris dan pendeta Unitarian – William Ellery Channing di Amerika. Tetapi agama Kristen seperti halnya agama-agama besar dunia, hidup menikmati sistim perbudakan selama berabad-abad, dan sistim perbudakan itu telah diabsahkan di dalam Perjanjian Baru (New Testament). Jadi apa bedanya untuk orang-orang Kristen anti sistim perbudakan semacam Wilberforce dan Channing? Pada waktu itu tidak ada ditemukan Injil Suci yang baru dan baikpun Wilberforce maupun Channing tidak mengklaim telah menerima wahyu-wahyu supra alami. Berlawanan dengan hal tersebut pada abad ke delapan belas telah disaksikan makin meningkatnya penyebarluasan rasionalitas dan kemanusiaan (humanitarianism) yang membimbing orang-orang lain—misalnya Adam Smith, Jeremy Bentham, dan Richard Brinsley Sheridan — juga menentang sistim perbudakan, di atas dasar yang samasekali tidak ada hubungannya samasekali dengan agama. Lord Mansfield, pengarang keputusan dalam Somersett’s Case (Kasus Somersett), yang mengahiri sistim perbudakan di Inggris (sekalipun tidak di koloni-koloninya), adalah tidak lebih dari suatu religiusitas konvensional, dan keputusannya itu tidak dengan menyebut-nyebut argumentasi religius.

Walaupun Wilberforce adalah pencetus kampanye melawan perdagangan budak di tahun 1790-an, gerakan ini mendapatkan dukungan utama dari banyak orang-orang lainnya dalam Parlemen seperti Fox dan Pitt, yang rasa belaskasihnya tidak dikenal. Sejauh yang dapat saya sampaikan adalah bahwa, nada-nada moral keagamaan lebih diuntungkan oleh semangat zaman daripada semangat zaman diuntungkan oleh agama-agama.

Apa yang berbeda dalam agama sebenarnya adalah bahwa, agama lebih menyokong sistim perbudakan daripada menentangnya. Argumentasi-argumentasi dari Kitab Suci (scripture) telah diambil dan digunakan di Parlemen untuk mempertahankan perdagangan budak. Frederick Douglass bercerita di dalam Narrative (Narasi)-nya bagaimana kondisinya sebagai seorang budak menjadi lebih buruk ketika tuannya menjalani konversi religius yang memperbolehkannya membenarkan sistim perbudakan sebagai hukuman bagi anak-anak Ham. Mark Twain menggambarkan ibunya sebagai seorang yang sungguh-sungguh berpribadi yang baik, seorang yang dengan kelembutan hatinya berbelaskasihan bahkan kepada syetan, tetapi juga seorang yang tidak ragu terhadap keabsahan sistim perbudakan, sebab dalam bertahun-tahun hidup di Missouri sebelum terjadi perang saudara dia belum pernah mendengar satu khotbah yang manapun yang menentang sistim perbudakan, malahan tak terhitung khotbah-khotbah yang hanya menyatakan bahwa sistim perbudakan adalah kehendak God. Dengan atau tanpa agama orang baik dapat berkelakuan baik dan orang jahat dapat berbuat kerusakan; tetapi bagi orang baik untuk berbuat kerusakan—perlu beragama.

Dalam sebuah pesan e-mail dari American Association for the Advancement of Science saya tahu bahwa tujuan koferensi ini adalah untuk membangun suatu dialog yang konstruktif di antara sains dan agama (science and religion). Saya sepenuhnya menyetujui suatu dialog antara sains dan agama, tetapi bukan suatu dialog yang konstruktif. Satu pencapaian sains yang besar adalah jika tidak membuatnya tidak mungkinnya bagi orang-orang yang cerdas menjadi religius, maka setidak-tidaknya membuat mereka berkesempatan untuk tidak menjadi religius. Kita tidak boleh mundur dari tujuan ini.

Catatan:

1- Artikel ini didasarkan atas pembicaraan yang diberikan pada bulan April, 1999 pada Conference on Cosmic Design of the American Association for the Advancement of Science di Washington, D.C.

2- Ini ditunjukkan dalam suatu makalah th 1989 oleh M. Livio, D. Hollowell, A. Weiss, and J.W. Truran (‘The anthropic significance of the existence of an excited state of 12C,’ Nature, Vol. 340, No. 6231, July 27, 1989). Mereka membuat perhitungan yang dikutip di sini 7.7 MeV energi maximum Carbon bentuk radioaktif, di atas mana sedikit Carbon yang dibuat di dalam bintang-bintang.

3- Kesimpulan yang sama mungkin dicapai dengan cara yang cerdik jika mekanika kwantum diterapkan ke seluruh alam semesta. Melalui re-interpretasi karya awal Stephen Hawking, Sidney Coleman telah menunjukkan akibat kwantum mekanika dapat membimbing ke arah pembelahan sejarah alam semesta (lebih tepatnya dalam apa yang dinamakan sebagai fungsi gelombang alam semesta) ke dalam sejumlah besar kemungkinan-kemungkinan yang terpisah-pisah, setiap pecahan bersesuaian dengan konstanta dasar yang berbeda. Lihat Sidney Coleman, ‘Black Holes as Red Herrings: Topological fluctuations and the loss of quantum coherence’, Nuclear Physics, Vol. B307 (1988), p. 867.

Biography

Steven Weinberg telah dididik di Cornell, Copenhagen, dan Princeton, dan mengajar di Columbia, Berkeley, M.I.T., dan Harvard, di mana dari 1973 hingga 1982 dia adalah seorang bergelar Higgins Professor of Physics. Pada tahun 1982 dia pindah ke The University of Texas di Austin dan mendirikan Theory Group universitas. Di Texas dia menjabat sebagai Josey Regental Chair of Science dan adalah seorang anggauta Physics and Astronomy Departments. Riset-risetnya meliputi topik-topik yang sangat luas di bidang teori medan kwantum, fiskia partikel elementer, dan kosmologi, dan telah dihormati dengan sejumlah penghargaan termasuk Hadiah Nobel untuk fisika, National Medal of Science, Heinemann Prize bidang Mathematical Physics, the Cresson Medal of the Franklin Institute, the Madison Medal of Princeton University, dan the Oppenheimer Prize. Dia juga pemegang tingkat doktor kehormatan dari sejumlah universitas. Dia juga seorang anggauta National Academy of Science, Royal Society of London, American Academy of Arts and Sciences, International Astronomical Union, dan the American Philosophical Society. Sebagai tambahan dia telah menulis risalah yang masyhur Gravitation and Cosmology, dia telah menulis banyak buku bagi pembaca awam termasuk yang memenangkan hadiah The First Three Minutes (sekarang sudah diterjemahkan ke dalam 22 bahasa asing), The Discovery of Subatomic Particles, dan ahir-ahir ini Dreams of a Final Theory. Dia juga telah menulis sebuah textbook The Quantum Theory of Fields, Vol. I. and Vol. II.

Terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada Prof. Steven Weinberg yang telah mengijinkan PhysLink.com menerbitkan pembicaraan ini.

Sajadah (buat ibunda)

August 24, 2011

Jum’ah di atas sajadah
ubun-ubun menyentuh tanah
dari ledakan bintang yang menggelombang
di kehampaan ruang

Sembilan milyar dua ratus juta tahunan
waktu mencapai kehangatan
rahim ibunda tercinta
yang memelihara
yang menyayangi
atasnama illahi

Ramadhan
malam-malam tujuhbelasan
sujud membekas di lantai pualam
masjidi al-haram

Tawaf bersama gempita doa,
istighfaar dan puji syukur mereka yang memahami-NYA
berkeliling menapaki jejak kebijakan manusia
yang dzikir dan tafakur kaffah mendekat kepada-NYA

Jum’ah selesai ‘ibadah
tiada yang tertinggal di atas sajadah
kecuali bintang gumintang
memancar menggelombang
gemilangkan sinar cahaya keabadian-NYA

Siradj Al-Soloni
Ramadhan 2011

Mari kita bersama-sama kembali menginjak Bumi

June 18, 2011

Assalammu’alaikum wr wb,

Coba mari kita tegakkan kaki di Bumi, mari berpedoman kepada Al-Quran dalam polah laku serta pemikiran dan marilah kita meneladani pengalaman praktek rasulullah Muhammad saw di dalam usaha meningkatkan akhlaaq pribadi dan akhlaaq masyarakat ke tingkat akhlaaq kemanusiaan yang sempurna.

Menegakkan kaki di Bumi itu adalah hukum gravitasi, kalau kaki nggantung terus, seperti misalnya kaki aktor penari Raden Gathutkaca ketika lagi membentang kedua tangannya sambil menjepit sampur garuda ngabruk dengan kedua ujung jari tengah dan jari manis untuk menggambarkan saat tinggal landas (take off), nggak akan bertahan pasti akan terpaksa nginjak Bumi kembali.

Anehnya kita suka sekali nggantung diri di awang-awang dan matia-matian bertahan sampai ahir hidup, kemudian mayat kita dikubur  di Bumi. Kita sudah hampir 15 abad semenjak rasulullah wafat ngawang terus, melamun terus tentang surga dan neraka yang kata para ‘ulama teologi ada di langit dan sesudah kita mati (kaya ludrukan ae rek). Suasana hidup demikian ini yang oleh Karel Marx disindir dengan pernyataan “agama adalah candu bagi masyarakat”. Jika kita ngawang terus artinya kita sudah kecanduan, fly, dan akibatnya kita merasa tidak berdaya apapun, nglempreg. Kehilangan semangat dasar biologis untuk bertahan hidup dan maju berkembang.

 Ajakan menegakkan kaki di Bumi adalah agar kita menyadari hidup kita itu di Bumi, bukan di Venus atau Mars (planit yang bersebelahan dengan Bumi). Dan hidup kita ditentukan oleh panjang-pendeknya molekul telomeres yang nongkrong di ujung-ujung DNA double helix … yang maximal umur kita berada pada batas maksimal 100 tahun (umumnya). Kemampuan hidup aktif jasmani kita untuk berprestasi paling banter hanya separo umur saja. Dan karena itu kita harus mengakui realitas ini secara logis, rasional dan dialektis – inilah sesungguhnya yang dianjurkan oleh petunjuk-petunjuk yang diturunkan kepada semua utusan Tuhan kepada para rasul, nabi, wali, ahli shalih dan ahli kebijakan.

Petunjuk-petunjuk Al-Quran itu tidak akan bisa kita mengerti jika kita tidak menginjakkan kaki kita di Bumi ini. Maksud saya kita harus sadar sesadar-sadarnya terhadap realitas yang berada di sekeliling kita setiap harinya. Dan petunjuk Al-Quran itu adalah petunjuk untuk menemukan jalan hidup bagi kita yang paling tepat, sehingga hidup kita damai, sejahtera dan berbahagia di Bumi ini.

Agar kita dapat memecahkan problema hidup kita secara benar dan tepat. Benar dan tepat di sini memiliki standar ukuran yang ditetapkan oleh petunjuk Al-Quranu al-Karim, bukan isme-isme yang diada-adakan atau doktrin dan dogma yang diajarkan dalam teologi orang-orang yang mengaku pandai. Mungkin ada pemikiran mereka yang agak sama atau sama dengan petunjuk Al-Quran, yang sedemikian itu dapat kita terima sebagai tambahan bukti kebenaran petunjuk Al-Quran. Namun apabila pemikiran mereka bertentangan atau tidak selaras dengan maksud dan isi esensi petunjuk Al-Quran ya tidak usah diterima atau tidak usah dianut.

 

Wa bii Allahi taufiqu wa al-hidayah wassalam,

Siradj Al-Soloni

18-Juni-2011

 

Sekadar cinta dan kasih sayang

June 16, 2011

Assalamu’alaikum wr wb,

Catatan:
Tulisan ini saya sampaikan sebagai suatu kesan seorang awam Muslim dalam mengamati pengalaman pribadi dalam berrumahtangga dan pengalaman handai-taulan, sanak saudara dan masyarakat Muslimin generasi terdahulu. Olah fikir ini hanalah sebagai suatu bahan pembanding dan referensi reflektif dari kemandirian berfikir.

Dalam berumahtangga dua pribadi seharusnya memiliki suatu konsensus/perjanjian yang tunggal. Untuk ini ada PETUNJUKNYA dalam wahyu Qurani. Mengimani bahwa petunjuk Qurani itu correct, benar, tepat adalah kunci kebahagiaan berumahtangga. Dalam praxis berrumahtangga letak otoritas mutlaq berada pada otoritas Allah swt, bukan pada otoritas pemimpin rumah tangga. Otoritas pemimpin rumah tangga dibatasi oleh akad nikah. Oleh sebab itu dalam membangun rumahtangga, kaum Muslimin harus menundukkan pribadinya kepada otoritas mutlaq Allah swt.

Dasar cinta dan kasih sayang Muslimin dan Muslimah dalam membangun rumahtangga adalah cinta dan kasih sayang yang nyata, realis, dapat diindera, sebagaimana dicontahkan dan di tunjukkan dalam wahyu Qurani. Bukan cinta dan kasih sayang fiktif, semu dan mistik yang bertengger dalam benak kepala dan di dalam dada kita sendiri atau di benak kepala dan di dalam dada para penyair dan penulis roman percintaan serta para filosof dan pejalan sufi. Cinta dan kasih sayang yang diagungkan, difilsafatkan dan diangankan dalam roman percintaan adalah pencerminan etika dan moral kehidupan pribadi dalam lingkup masyarakat terkecil atau satuan rumahtangga, satuan keluarga, yang secara hermetis tidak terhindarkan dari pengaruh masyarakat luas. Cinta dan kasih sayang demikian ini dalam praxis kemasyarakatan akan berfluktuasi sesuai dengan suasana dada dan kepala pribadi penyandang cinta dan kasih sayang.

Sebagai akibat fluaktuasi cinta dan kasih sayang masing-masing pribadi pasangan rumahtangga, maka akan terjadi entropi interaksi di dalam rumahtangga seiring waktu. Oleh sebab itu bila timbul problem besar atau kecil atau yang sepertinya bukan problem dan bukan perbedaan dalam berumahtangga, maka periksalah problema tersebut dan carilah pemecahannya dalam PETUNJUK wahyu Qurani. Antagonis bagaimanapun kontradiksi dalam sebuah rumahtangga, selama suami dan isteri masih meng-ilahkan Allah swt dan tidak meng-ilahkan hati, qalb, gagasan, persangkaan, masing-masing pribadi atau pribadi lain, maka masih terbuka kemungkinan-kemungkinan untuk dapat diselamatkan dari keruntuhan dan perceraian.

Yang sangat penting dalam rumahtangga, apabila merasa dan terindera problem rumahtangga, seyogyanya tidak diberitakan keluar rumah terlebih dahulu sebelum dibicarakan antara dua pribadi yang membangun rumahtangga itu sendiri dan dimufakati untuk disiarkan ke luar rumah. Sehingga dengan menempuh jalan ini memudahkan pasangan rumahtangga dapat menemukan sumber problem dan menemukan jalan pemecahannya dalam kurun waktu tidak terlalu lama. Sekalipun telah sukses mengatasi problem dalam rumahtangga seyogyanya tak perlu disiarkan lewat fb dll media, kecuali bila berniat berbagi ilmu berumahtangga.

Prinsip rumahtangga sakinah mawadah wa rahmah adalah aqidah keimanan Islam dan hukum kesetaraan derajat perempuan dengan laki-laki (bhs menterengnya kesetaraan gender). Dan doktrin kesepakatan di antara dua insan dalam berrumahtangga adalah perjanjian yang tidak boleh dinafikan.

Bila kita masuki hakekat dasar dalam praxis hidup melalui hukum umum gerak akhlaaq kemanusiaan adalah interaksi timbal balik di antara dua insan yang berpasangan, yaitu usaha dua insan yang berpasangan untuk berbuat saling memberikan perhatian, saling membantu dan saling mencintai (dalam bahasa Tionghoa adalah hu-xiang guan-xin, hu-xiang pang-zhu, hu-xiang ai-hu).

SubhanaAllah wa bii hamdihi, SubhanaAllaha al-‘adziim
Wahai manusia bertaqwalah kepada Allah dengan taqwa yang sebenar-benarnya

Semoga ada gunanya bagi yang memerlukan

Wassalam,

Siradj Al-Soloni
16 Juni 2011

Marilah Bersama-sama Melakukan Tazkiyyatun Nafs

June 15, 2011

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh,

Bagi kaum Muslimin yang merasa beriman kepada Allah swt senantiasa diingatkan oleh firman-NYA dalam Al-Quran bahwa, setiap orang bertanggungjawab atas amal-ibadah pribadi dan tidak memikul dosa orang lain kecuali dosa yang diperbuat sendiri. Apakah tidak perlu kita memikirkan kembali apa yang sudah kita fikirkan, ucapkan, tuliskan dan sebarkan, perbuat dan tindakkan selama hidup ini? Jika surga berada di bawah telapak kaki Ibunda, maka neraka berada di dalam diri pribadi.

Apabila kita tidak menginginkan masuk dan jatuh ke dalam neraka (al-naar) yang panas luarbiasa atau kita malah sudah masuk dan jatuh ke dalam neraka sekalipun, perlulah kita mawas diri dan berani jujur mengakui semua ucapan, tulisan, sebaran, tindakan dan perbuatan yang telah kita kenakan, berimplikasi, kepada semua obyek dalam lingkup ruang kehidupan dan kreativitas pemikiran kita. Tentu saja isi materi pengakuan pribadi itu sangat rahasia dan siapapun yang berstatus makhluq tidak perlu tahu dan mengetahui. Terutama pribadi sendiri jangan membuka rahasia tersebut di depan umum maupun di depan pribadi. Rahasia isi materi pengakuan itu titipkan saja kepada Allah swt untuk disimpan di tempat di mana makhluq dari kaliber, kwalitas dan model bagaimanapun tidak dapat mengetahuinya. Dan selanjutnya barulah mungkin kita melakukan pembersihan, pembasuhan dan penyucian diri pribadi.

Tindak pertama pembersihan, pembasuhan, penyucian pribadi adalah menghentikan dengan tanpa konsensus dan secara realis semua adat dan kebiasaan, titik tolak pemikiran dan perasaan, kufur dan munafik yang pernah dan masih kita lakukan. Dalam hal ini harus dilaksanakan secara logis, rasional dan dialektis dengan acuan tauhidullah.

Tindak kedua pembersihan, pembasuhan, penyucian, pribadi adalah merasakan keringanan beban di dada dan kepala tanpa angan-angan muluk bertemu dengan Allah swt atau rasulullah Muhammad saw almarhum. Angan-angan, impian, keinginan, cita-cita, ambisi yang nampaknya, sepertinya, kayaknya …. "luhur, suci, transendental, spiritual" demikian justru harus termasuk yang dibersihkan dari benak dan rongga dada kita.

Kita posisikan, letakkan, pribadi kita dalam koordinat makhluq yang diciptakan secara sewajarnya. Para ahli kebijaksanaan Jawa di masa lampau menyebutnya sebagai "sadarma, sumeleh". Ditemui atau tidak ditemui adalah bukan urusan pribadi tetapi urusan Sang Khalliq.

Tindak ketiga pembersihan, pembasuhan, penyucian pribadi adalah membangkitkan kesadaran sebagai manusia biologis dengan akhlaaq biologis (akhlaaq bawaan alamiyah dalam urutan penciptaan alam semesta seisinya) yang sudah berjanji memikul tugas sebagai waliullah, khalifatullah, manusia seutuhnya (al-insanu al-Kamil) yang menduduki jenjang kesempurnaan ciptaan Allah swt secara biologis dan kwantum-fisika (al-dzahiru wa al-baathin). Dengan pengakuan posisi kita sebagai manusia biologis yang mewarisi akhlaaq biologis, kita harus bangkit berdiri mengangkat akhlaaq warisan itu dan memikulnya dan mengubahnya setapak demi setapak menaiki jenjang akhlaaq kemanusiaan menuju tingkatan Al-Akhlaaqu al-Karimah.

Ketiga tindakan, perbuatan, usaha keras, yang nyata dan terpantau secara sosial ini insya’Allah akan mampu mengobati frustasi dan depressi yang secara psikologis kita derita dalam pertarungan untuk bisa bertahan hidup, memelihara dan mengembangkan rumahtangga sebagai satuan dasar masyarakat. Di dalam melancarkan rekonstruksi diri tersebut harus selalu membuka layar keihlasan bertindak agar dapat menampng hembusan angin Rahman dan Rahim dari Allah swt.

Berapa waktu yang dibutuhkan untuk itu semua? Jawabannya terletak di dalam diri pribadi masing-masing. Yang mengetahui secara nyata dan detail adalah pribadi kita dan Allah swt. Dan ini bergantung kepada tali hubungan pribadi dengan Allah swt. Erat tidaknya, kuat tidaknya tali hubungan di antara al-makhluq, diri pribadi, dengan Al-Khalliq pertama-tama sangat bergantung kepada pengertian, pemahaman dan persaksian pribadi atas keberadaan Allah swt (iman).

Di dalam proses ini pengertian dan pemahaman dari hasil olah fikir yang menganalisis semua input data informasi dari luar subyek dan dari dalam subyek (inherent informations) akan dipancarkan ke seluruh arah satuan ruang-waktu. Lewat jalur kerja inherent subyek juga dipancarkan hasil olah fikir itu dengan menggunakan transportasi ion dan transportasi fotonik (photonic) – atom ke dalam rongga dada subyek. Bits digital informasi demikian ini selanjutnya diolah menjadi gerak fluktuasi medan biologis rongga dada yang menghasilkan rasa persaksian holografis yang dalam bahasa simbol Qurani diungkapkan dengan kata "liqaa’a-lam,qaf,alif,hamzah".

Olah fikir demikian menuntut dilaksanakannya epistimologi sains. Oleh sebab itu penguasaan sains dan tenologi modern sangat krusial untuk dapat memahami Al-Quran sebagaimana yang dimaksudkan sendiri oleh Al-Quran. Dan implikasi dari penguasaan ini adalah kemengertian dan kefahaman terhadap Sang Khalliq sehingga tali hubungan dengan Beliau semakin teguh dan kuat. Dengan teguhnya dan kuatnya tali hubungan pribadi dengan Sang Khalliq maka akibat logisnya adalah kejujuran pribadi yang semakin tangguh berkembang mendasari medan biologis yang membangunkan levitasi (kemasan medan elektromagnetis terhadap obyek mengambang dalam ruang = gumantung tanpa canthelan – bhs Jawa) rasa kemanusiaan sempurna.

Setelah hijab pemikiran dan pemahaman dapat dibuka lantas akan dengan sendirinya hijab keragu-raguan rasa sirna dan Cahaya di atas cahaya akan menerangi seluruh jati diri pribadi. Alhamdulillahi Rabbi al-‘alamiin, inilah saat yang paling intim diantara makhluq dan Khalliq.

Sesudah kita tindakkan semua itu marilah kita bersyukur dan hanya bersyukur dalam praktek kehidupan keseharian kita bersama anggaota keluarga dan masyarakat di mana kita hidup, berkarya dan mencari rizki yang disebar oleh Allah swt.

Wa bii Allahi taufiqu wa al-hidayah wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

Siradj Al-Soloni

9 Juni 2011

Betulkah God punya isteri?

June 1, 2011

Para cerdik-cendekia mengatakan bahwa dia mempunyai isteri. Kata ‘Asherah’ hampir-hampir dihapus dari Bible, para periset menyimpulkan demikian

Menururt pendapat Francesca Stavrakopoulou hubungan Asherah dengan Yahweh, telah diungkapkan dalam Bible dan dituliskan pada suatu inskripsi pada barang-barang pecah-belah abad ke-8 sebelum Masehi yang telah ditemukan di suatu situs penggalian Kuntillet Ajrud di padang pasir Sinai.

Oleh: Jennifer Viegas
di-update 3/18/2011 3:57:10 PM ET

God mempunyai isteri, Asherah, yang dipuja-puja bersama-sama Yahweh di kuilnya di Israel sebagaimana telah ditunjukkan oleh “the Book of Kings” (Kitab Raja-Raja), demikian pendapat seorang cerdik-cendekia Oxford.

Di tahun 1967, Raphael Patai adalah salah seorang ahli sejarah yang menunjukkan bahwa, orang-orang Israel kuno telah memuja Yahweh dan Asherah berdua. Teori ini telah merebut perhatian baru karena riset yang dilakukan oleh Francesca Stavrakopoulou, yang memulai proyeknya di Oxford dan sekarang menjadi seorang pemberi kuliah senior (senior lecturer) di departmen Theology and Religion pada Universitas Exeter.

Informasi yang diberikan oleh buku-buku, kuliah-kuliah dan tulisan-tulisan di jurnal-jurnal ilmiah Stavrakopoulou kini telah menjadi dasar dari tiga perempat material yang kini sedang disiarkan di Eropa di mana dia mendiskusikan hubungan antara Yahweh-Asherah.

“Mungkin Anda mengetahui dia sebagai Yahweh, Allah atau God. Tetapi atas fakta ini, orang-orang Yahudi (Jews), Muslim dan orang-orang Kristen (Christians), penganut agama-agama besar Ibrahim, semuanya menyetujui: Hanya ada satu Dia,” tulis Stavrakopoulou dalam suatu pernyataan yang disiarkan oleh media Inggris. “Dia adalah suatu figur yang sendiri, tunggal, pencipta universil, bukan satu God diantara yang banyak” … atau demikianlah apa yang kita ingin mempercayainya.

“Bagaimanapun juga setelah bertahun-tahun melakukan riset kusus bidang sejarah dan agama Israel, saya telah sampai kepada suatu kesimpulan yang tampak indah berwarna-warni yang bagi sebagian orang tidak menyenangkan bahwa, God mempunyai seorang isteri.”

Stavrakopoulou mendasarkan teorinya pada suatu teks, ajimat dan figur-figur yang digali terutama di kota pantai kuno Canaanite yang bernama Ugarit, yang terletak di Siria modern sekarang. Semua barang-barang kuno ini mempertunjukkan bahwa dahulu Asherah adalah seorang dewi kesuburan yang perkasa.

Hubungan Asherah dengan Yahweh, menururt pendapat Francesca Stavrakopoulou, telah diungkapkan dalam Bible dan dituliskan pada suatu inskripsi pada barang-barang pecah-belah abad ke-8 sebelum Masehi yang telah ditemukan di suatu situs penggalian Kuntillet Ajrud di padang pasir Sinai.

“Inskripsi itu adalah suatu permintaan pemberkatan,” katanya. “Sangat menentukan bahwa inskripsi itu meminta suatu pemberkatan kepada ‘Yahweh dan Asherahnya.’ Di sini dibuktikan bahwa Yahweh dan Asherah adalah sepasang dewa-dewi yang disucikan. Dan sekarang sejumlah inskripsi yang sama semenjak diketemukan, semuanya membantu memperkuat kasus bahwa God dari Bible pernah mempunyai isteri.”

Juga penting bahwa Stavrakopoulou mempercayai, “pengakuan Bible bahwa dewi Asherah telah dipuja-puji di Kuil Yahweh di Jerusalem. Dalam Kitab Raja-raja, kita diberi tahu bahwa sebuah patung Asherah telah dimasukkan ke dalam kuil dan bahwa perempuan penghuni kuil telah menenun suatu kain ritual untuknya.”

J. Edward Wright, presiden dari kedua The Arizona Center for Judaic Studies dan The Albright Institute for Archaeological Research, menjelaskan kepada Discovery News bahwa dia sependapat atas beberapa inskripsi Ibrani yang menunjuk kepada “Yahweh dan Asherahnya.”

“Asherah tidak sepenuhnya disebutkan oleh para lelaki editor Bible,” dia menambahkan. “Jejaknya masih ada, dan berdasarkan jejak yang ditinggalkan itu, bukti-bukti arkeologis dan referansi yang mengarah dia (Asherah) di dalam teks-teks dari bangsa-bangsa yang hidup berbatasan dengan Israel dan Judah, kita dapat mengkonstruksi kembali peranan dia di dalam agama-agama daerah Levant Selatan*.”

* – Levant adalah daerah pantai Timur Laut Tengah yang di zaman kuno menjadi daerah penghubung perdagangan antara Asia dengan Eropa, daerah ini membujur dari Utara ke Selatan mulai dari Turki hingga gurun Sinai.

Asherah — dikenal diseluruh Timur Dekat bahari mempunyai berbagai nama lain, misalnya Astarte dan Istar — adalah seorang dewa yang penting, seseorang yang mahakuasa dan pemelihara,” Wright melanjutkan.

“Banyak terjemahan ke dalam bahasa Inggris memilih menerjemahkan ‘Asherah’ sebagai ‘Pohon Sakral,'” kata Wright. “Tampak sebagian didorong oleh keinginan modern yang secara jemelas diinspirasi oleh narasi injili dengan maksud menyembunyikan Asherah sekali lagi di belakang tabir tipis.”

“Perhatian dalam injil Ibrani (Old Testament) terhadap dewi Asherah adalah jarang terjadi dan telah dengan sangat kuat diedit oleh penulis kuno yang mengumpulkan teks-teks itu menjadi satu kumpulan bersama,” kata Aaron Brody, direktur Museum Bade dan seorang profesor luarbiasa bidang Injil dan arkeologi pada Pacific School of Religion.

Asherah sebagai pohon simbol bahkan telah dinyatakan telah “runtuh dipotong dan dibakar di luar Kuil atas perintah para penguasa tertentu yang berusaha hendak “memurnikan” kultus itu kembali, dan memusatkan kepada pemujaan seorang god laki-laki,Yahweh,” dia menambahkan.

Orang-orang Israel kuno adalah kaum penganut polytheis, tutur Brody kepada Discovery News, “dengan hanya sejumlah kecil minoritas pemuja Yahweh saja sebelum kejadian historis pada 586 B.C.” Pada tahun itu suatu komunitas elite di dalam Judea telah dibuang ke Babylonia dan Kuil di Jerusalem telah dihancurkan. Kata Brody hal ini telah menyebabkan “semakin universalnya visi ke arah monotheisme yang jelas: satu god yang bukan hanya bagi Judah, tetapi bagi semua bangsa-bangsa yang menghuni daerah itu.”

© 2011 Discovery Channel

Benarkah Tuhan Tidak Bermain Dadu?

June 1, 2011

Assalamu’alaikum wr wb,

Kali ini saya cuplikkan kuliah umum populer Prof. S.W. Hawking yang ditulis di tahun 1999 dan menjelaskan tentang peranan mekanika kwantum dalam menjungkirbalikkan pandangan kemapanan (determinisme) klasik abad ke 19 dan memindahkan mindset kita ke suatu tahapan pengenalan baru terhadap alam semesta. Jika hendak dikatakan sebagai revolusi struktur pemikiran klasik abad ke 19 yang serba pasti dan tertentu maka dengan hukum-hukum yang berlaku dalam mekanika kwantum membuka wawasan yang lebih luas lagi atas horizon alam semesta yang dapat kita amati termasuk diri manusia.

Dalam percobaan-percobaan dengan pembelitan (entanglement) partikel baru-baru ini ditemukan adanya yang disebut sebagai fluktuasi kehampaan (vacuum fluctuation) di mana partikel muncul dan hilang kembali tanpa alasan. Dan selanjutnya hal-hal yang oleh
Einstein disebutnya sebagai “spooky actions” ternyata adalah polah laku partikel dalam kondisi decoherence di dalam persamaan matematis. Sehingga semakin mendalam kita mempelajari polah laku partikel semakin kita ketahui bahwa batas berlakunya mekanika
kwantum semakin bergeser ke arah macro kosmos. Di th 2000 Thorsten Ritz fisikawan dan pemerhati burung migran menemukan suatu jenis molekul yang ada pada mata burung sangat reaktif terhadap pengaruh luar. Reaktifnya disebabkan adanya spesang
pasangan elektron yang saling membelit (entangled) dengan spin total sama dengan nul. Keadaan ini menyebabkan pengelihatannya menjadi sensitif terhadap pengaruh megnetisme geografis Bumi, sehingga burung-burung migran dalam penerbangan sejauh 13 000 mil dapat menemukan kembali tempat tinggal mereka yang telah ditinggalkannya. Demikianlah pula analoginya bagi seorang ibu yang hidup di Jawa mengetahui anaknya sedang dirundung kesedihan di negeri orang jauh nun disana dalam mencari nafkah yang halal.

Dengan bertambah luas dan dalamnya horizon pengamatan yang kita miliki maka insya’ Allah kita dapat meluaskan volume dan permukaan dada kita agar dapat seimbang dengan keluasan dan kedalaman pemikiran kita, sehingga dapat mencapai sumber tirta kamandanu dan mereguknya dengan puas.

Wassalam,
Siradj Al-Soloni

==============000000000================

Kuliah ini adalah suatu kuliah yang membicarakan masalah apakah kita dapat memprediksi (meramalkan) masa depan atau apakah masa depan itu adalah sesuatu yang sembarangan saja dan acak (random). Di masa lampau dunia tampaknya telah ditentukan demikian. Malapetaka seperti banjir atau wabah penyakit tampaknya terjadi tanpa pemberian peringatan terlebih dahulu ataupun tanpa alasan-alasan yang jelas. Manusia primitif (kuno-sederhana) mengira fenomena alami semacam itu disebabkan oleh sekelompok dewa-dewi yang berpolah laku secara licik dan aneh semaunya sendiri. Pada masa itu tidak ada jalan untuk memprediksi apa yang akan mereka lakukan dan satu-satunya harapan yang mungkin adalah memohon kebaikan bagi dirinya dengan cara mempersembahkan sesuatu atau melakukan tindakan yang disetujui oleh para dewa-dewi. Banyak manusia masih secara parsial mempercayai hal demikian dan mencoba membuat perjanjian demi keuntungan material. Mereka berkorban dengan melakukan hal-hal tertentu apabila mereka bisa memperoleh tingkatan A suatu kursus atau bisa lulus ujian SIM (surat izin mengendarai kendaraan bermotor).

Akan tetapi secara bertahap manusia dapat memperhatikan keberaturan tertentu dalam polah tingkah alam. Keberaturan-keberaturan adalah yang paling jelas dalam gerak benda-benda angkasa dipermukaan langit. Sehingga astronomi adalah sains pertama yang berkembang. Ilmu pengetahuan ini secara pasti diberikan dasar matematika oleh Newton kira-kira lebih dari 300 tahun yang lalu dan kita hari ini masih menggunakan teori gravitasinya untuk memprediksi gerak hampir semua benda-benda alam semesta. Dengan mengikuti contoh yang dberikan oleh astronomi diketahui bahwa gejala (phenomena) alam lainnya juga tunduk kepada hukum-hukum sains tertentu. Hal ini menimbulkan ide detrminisme sains, yang nampaknya untuk pertama kalinya secara terbuka diekspresikan oleh ilmuwan Perancis – Laplace. Saya kira lebih baik saya kutip saja apa yang dikatakan oleh Laplace, karenanya saya meminta seorang teman agar mencarinya. Kata-kata itu tentunya dalam bahasa Perancis yang bagi pengunjung kuliah saya ini tidak bakal menjadi persoalan, menurut hemat saya. Tetapi masalahnya adalah bahwa, Laplace seperti halnya dengan Prewst, dalam hal ini menulis kalimat-kalimatnya dengan sangat panjang dan rumit. Sehingga saya memutuskan untuk menafsirkan kutipan tersebut. Mudahnya dia mengatakan bahwa, apabila pada suatu saat kita mengetahui letak kedudukan dan kecepatan dari semua partikel di alam semesta, maka kita dapat memperhitungkan polah tingkah mereka di suatu waktu yang lain di masa lampau maupun di masa depan. Ada suatu cerita yang mungkin diragukan ketika Laplace ditanya oleh Napoleon, bagaimana caranya agar God bisa dipaskan (fitted) ke dalam sistem ini, dia menjawab: ‘Sire, saya tidak memerlukan hipotesis seperti itu.’ Saya tak memperkirakan bahwa Laplace telah mengklaim God tidak ada. Hal itu hanyalah bahwa DIA tidak campur tangan, guna merusak hukum-hukum Sains. Hal demikian itu harus menjadi posisi yang diambil oleh setiap ilmuwan. Hukum sains, tidak lagi suatu hukum sains apabila hanya berlaku ketika suatu pribadi supra alami menentukan berlangsungnya suatu kejadian dan selanjutnya tidak campur tangan.

Ide bahwa suatu tingkat keadaan alam semesta pada suatu saat menentukan tingkat keadaan di semua waktu lainnya telah menjadi prinsip utama sains semenjak waktu Laplace. Implikasinya adalah bahwa kita dapat memprediksi masa depan, setidaknya dalam prinsip. Akan tetapi secara praktek kemampuan kita untuk memprediksi masa depan adalah sangat-sangat dibatasi oleh rumitnya persamaan-persamaan dan ditambah lagi dalam kenyataannya sering memiliki sifat-sifat yang disebut sebagai kekacauan (chaos).
Sebagaimana yang telah dilihat oleh mereka yang pernah menonton Jurasic Park akan mengetahuinya, ini berarti bahwa adanya suatu kekacauan di suatu tempat akan dapat menyebabkan suatu perubahan besar di tempat lain. Suatu kepak sayap kupu-kupu dapat menyebabkan hujan di Central Park, New York. Masalahnya adalah bahwa hal tersebut tidak bisa diulang kembali. Di lain waktu seekor kupu-kupu mengepakkan sayapnya dan suatu rentetan hal-hal lainnya lagi akan menjadi berlainan yang juga akan mempengaruhi cuaca. Itulah sebabnya mengapa ramalan cuaca itu tak dapat dipercaya sepenuhnya.

Dengan tak mempedulikan kesulitan-kesulitan praktis ini, determinisme sains masih tetap menjadi dogma sepanjang abad ke 19. Akan tetapi dalam abad ke 20 terjadi dua perkembengan yang mempertunjukkan arah pandangan Laplace yang memprediksi masa depan secara lengkap tidak dapat direalisasi. Perkembangan pertama dalam hal ini adalah apa yang ketika itu disebut sebagai mekanika kwantum. Mekanika kwantum pertama kalinya diajukan di tahun 1900 oleh seorang fisikawan Jerman – Max Planck, sebagai suatu hipotesis kusus (ad hoc) untuk memecahkan suatu paradoks yang telah dikenal. Menurut ide-ide klasik abad ke 19 yang dimulai semenjak Laplace, suatu benda panas seperti misalnya sebuah besi panas yang memerah pasti memancarkan sesuatu.
Besi panas merah itu melepaskan tenaga, gaya, energi dalam kemasan gelombang radio, gelombang infra merah, gelombang cahaya yang nampak (visible light), gelombang ultra violet, gelombang sinar-x dan gelombang sinar gamma, kesemuanya dalam ukuran yang
sama. Hal ini bukan hanya akan berarti bahwa kita bakal mati karena kanker kulit tetapi juga bahwa seluruh alam semesta berada pada tingkat temperatur yang sama yang dengan jelas ternyata tidak demikian. Bagaimanapun juga Planck menunjukkan bahwa siapapun dapat mengelakkan malapetaka demikian itu apabila bersedia melepaskan ide-ide bahwa jumlah harga penyinaran dapat bernilai berapapun dan menyatakan bahwa penyinaran hanya terjadi dalam suatu kemasan energi tertentu atau dalam ukuran kwanta yang pasti. Ini seperti mengatakan bahwa Anda tidak bisa beli gula pasir di pasar secara butiran tetapi hanya dapat membelinya dalam ukuran bungkusan kilogram. Energi dalam kemasan-kemasan tertentu atau kwanta itu adalah lebih tinggi bagi sinar ultra violet dan sinar-x, dibanding dengan energi bagi sinar infra merah atau sinar yang nampak. Ini berarti bahwa apabila suatu benda itu tidak sangat panas seperti misalnya sepanas Matahari, maka benda itu tidak akan mempunyai energi yang cukup untuk melepaskan satu kwanta-pun sinar ultraviolet atau sinar-x. Demikianlah mengapa kita tidak menderita lukabakar dari secangkir kopi.

Planck menganggap ide kwanta hanya sebagai akal-akalan matematis saja dan tidak mempunyai realitas fisik apapun dalam semangat apa yang dimaksud. Akan tetapi para fisikawan mulai menemukan polah tingkah lainnya lagi yang hanya dapat dijelaskan dalam persyaratan berlainan, atau nilai terukur daripada suatu variabel yang berkelanjutan. Misalnya ketika itu diketemukan bahwa partikel-partikel dasar berpolah tingkah seperti gasing (top) kecil yang berputar pada sumbunya. Dan jumlah putaran itu tidak boleh sembarang harga. Ia harus merupakan jumlah dari suatu ukuran dasar. Oleh karena kecilnya ukuran dasar tersebut, maka siapapun tidak memperhatikan bahwa gasing yang normal memang betul-betul melambat dalam rentetan yang sangat cepat dari tingkat yang berlain-lainan dan bukannya suatu proses yang berkesinambungan. Tetapi bagi suatu gasing sekecil atom esensi berlainan dari pusingan (spin) adalah sangat penting sekali. Untuk beberapa waktu lamanya manusia masih belum menyadari akan akibat pengaruh dari polah tingkah kwantum terhadap determinisme. Barulah pada tahun 1926 Werner Heisenberg, seorang fisikawan Jerman lainnya, menunjukkan bahwa Anda tidak dapat mengukur dengan tepat kedudukan dan kecepatan partikel pada saat bersamaan. Untuk tahu di mana keberadaan partikel si pengamat harus menyinari partikel dengan cahaya. Tetapi dalam percobaan Plancks, si pengamat tidak bisa mempergunakan suatu kwantitas cahaya semaunya sendiri. Harus setidaknya sebesar satu kwantum. Hal ini akan mengganggu partikel dan akan merubah kecepatnnya dalam arti yang tidak bisa diprediksi. Untuk mengukur kedudukan partikel dalam ruang secara presis Anda harus mempergunakan cahaya dalam kemasan panjang gelombak yang pendek (short wave length), sejenis sinar ultra violet, sinar-x, atau sinar gamma. Namun lagi-lagi percobaan Planck menyatakan bahwa, kwanta dari bentuk-bentuk ini mempunyai energi yang lebih
tinggi daripada energi cahaya yang nampak. Sehingga akan lebih-lebih lagi mengganggu kecepatan partikel. Keadaan demikian ini adalah menyedihkan: semakin presis Anda mencoba mengukur kedudukan partikel dalam ruang, semakin tidak presis Anda dapat mengetahui kecepatan partikel, demikian pula sebaliknya. Hal ini telah disimpulkan dalam Prinsip Ketidakpastian Heisenberg dengan formulasi: ketidakpastian kedudukan partikel dalam ruang dikalikan dengan ketidakpastian kecepatannya akan selalu lebih besar dari suatu kwantitas yang dinamakan sebagai konstanta Planck dibagi oleh massa partikel.

Pandangan Laplace mengenai determinisme sains menyangkut pengetahuan kedudukan dalam ruang dan kecepatan partikel di alam semesta pada saat yang bersamaan. Sehingga dengan demikian pandangan tersebut secara serius diruntuhkan oleh prinsip Ketidakpastian Heisenberg. Bagaimana sesorang dapat memprediksi masa depan apabila seseorang tidak dapat mengukur kedudukan partikel dan kecepatan partikel kedua-duanya dalam waktu bersamaan saat ini secara presis? Tidak perduli betapa kuatnya komputer yang Anda miliki, jika Anda memasukkan data yang jelek maka Anda akan memperoleh hasil yang jelek pula.

Einstein tidak senang dengan jelasnya sifat sembarangan dalam alam. Pandangan-pandangannya mengenai masalah ini telah dikumpulkan dalam suatu frasa terkenal: ‘God does not play dice’ (God tidak bermain dadu). Dia tampaknya sudah merasa bahwa ketidakpastian hanyalah sementara sifatnya: namun di sana ada suatu realitas yang mendasari di mana partikel-partikel akan menentukan kedudukan dan kecepatannya dan akan ber-evolusi menurut hukum-hukum yang deterministis dalam semangat Laplace.
Realitas ini mungkin boleh dikenal sebagai God, tetapi sifat kwantum alami cahaya menghalangi pengelihatan kita untuk dapat melihatnya, kecuali apabila dilihat dengan kaca mata gelap. Pandangan Einstein yang dahulu adalah apa yang sekarang dinamakan sebagai teori variabel tersembunyi. Teori-teori variabel tersembunyi mungkin tampak seperti cara yang paling wajar menggabungkan Prinsip Ketidakpastian ke dalam fisika. Mereka membentuk dasar mental dari gambar alam semesta, yang dianut oleh banyak ilmuwan dan paling banyak dari kalangan ahli fisafat sains. Namun teori-teori variabel tersembunyi ini adalah salah. Fisikawan Inggris John Bell, yang telah meninggal baru-baru ini, menyelenggarakan suatu uji-coba yang dapat mengenal teori-teori variabel tersembunyi. Ketika percobaan itu dilaksanakan dengan hati-hati ternyata hasilnya tidak bersesuaian dengan variabel-variabel tersembunyi. Jadi tampaknya bahkan God memihak Prinsip Ketidakpastian dan tidak mengetahui kedua-dua kedudukan dan kecepatan partikel. Dengan demikian maka God benar-benar telah bermain dadu dengan alam semesta. Semua bukti menunjukkan bahwa dia adalah pecandu judi yang melemparkan dadu dalam setiap kesempatan.

Para ilmuwan yang lain sudah lebih banyak mempersiapkan diri daripada Einstein untuk menyesuiakan pandangan-pandangan determinisme klasik abad 19 mereka. Suatu teori baru yang dinamakan sebagai mekanika kwantum telah diperkenalkan oleh Heisenberg, seorang berkebangsaan Austria, Erwin Schroedinger, dan seorang fisikawan Inggris Paul Dirac. Dirac adalah pendahulu saya satu-satunya sebagai Profesor Lucasian di Cambridge. Walaupun kwantum mekanika telah berada hampir sekitar 70 tahun namun secara umum masih belum dimengerti atau diterima bahkan oleh mereka yang menggunakannya untuk menghitung. Dan sekarang memang menjadi perhatian kita semua karena ia adalah sesuatu yang telah memberikan gambaran fisik alam semesta dan bahkan realitas itu sendiri yang samasekali berlainan. Di dalam kwantum mekanika partikel-partikel tidak memiliki kedudukan dan kecepatan yang dapat dipastikan dengan tepat. Malahan mereka direpresentasikan oleh apa yang disebut dengan suatu fungsi gelombang. Ini adalah suatu jumlah pada setiap titk ruang. Besaran ukur fungsi gelombang memberikan kemungkinan bagi diketemukannya partikel itu di kedudukan itu. Kecepatan dimana fungsi gelombang bervariasi dari titik ke titik menentukan kecepatan partikel. Siapapun dapat menemukan suatu fungsi gelombang yang kuat sekali mencuat tinggi dalam suatu daerah yang sempit. Ini berarti bahwa ketidakpastian dalam kedudukan itu kecil. Akan tetapi fungsi gelombang akan bervariasi dengan sangat cepatnya dibagian dekat puncaknya, naik ke atas di satu bagian dan menurun ke bawah di satu bagian lainnya. Dengan demikian maka ketidakpastian dalam kecepatannya akan menjadi besar. Demikian juga sama halnya, siapapun dapat memperoleh fungsi gelombang di mana ketidakpastian dalam kecepatannya kecil tetapi ketidakpastian di dalam kedudukannya besar.

Fungsi gelombang berisi segalanya yang diketahui seseorang mengenai partikel, baik kedudukannya maupun kecepatannya. Jika Anda tahu fungsi gelombang pada suatu saat, maka harga-harga di waktu yang lain akan ditentukan oleh apa yang dinamakan sebagai persamaan Schroedinger. Dengan demikian berarti seseorang masih punya suatu jenis determinisme, tetapi bukan sejenis yang dibayangkan oleh Laplace. Daripada berkemampuan memprediksi kedudukan dan kecepatan partikel-partikel apa yang dapat kita prediksi adalah fungsi gelombang. Artinya kita dapat memprediksi separoh dari yang dapat kita prediksi menurut pandangan klasik abad ke 19.

Walaupun mekanika kwantum telah membimbing kepada ketidakpastian ketika kita mencoba memprediksi kedudukan dan kecepatan kedua-duanya, ia masih memperbolehkan kita untuk memprediksi, dengan kepastian, satu kombinasi kedudukan dan kecepatan. Bagaimanapun juga bahkan pada kecepatan yang telah ditentuan ini tampak terancam oleh perkembangan ahir-ahir ini. Permasalahannya muncul karena gravitasi dapat melipat ruang-waktu sedemikian banyaknya sehingga dapat terjadi adanya suatu daerah yang tidak dapat kita amati.

Sungguh cukup menarik ketika Laplace sendiri menulis suatu makalah di tahun 1799 mengenai bagaimana beberapa bintang dapat memiliki suatu medan gravitasi yang sedemikian kuatnya sehingga cahaya tidak dapat lari melepaskan diri, tetapi bahkan ditarik kembali ke arah bintang. Dia bahkan telah menghitung bahwa suatu bintang dengan kepadatan sama dengan kepadatan Matahari tetapi dengan ukuran duaratuslimapuluhkali Matahari akan mempunyai sifat-sifat seperti ini. Tetapi meskipun Laplace mungkin tidak menyadari akan hal itu, kira-kira 16 tahun sebelumnya suatu ide yang sama telah disampaikan oleh seorang dari Cambridge, John Mitchell di dalam suatu makalah yang dimuat oleh Philosophical Transactions of the Royal Society dalam majalahnya. Baik Mitchell maupun Laplace memperkirakan cahaya terdiri dari partikel-partikel sejenis bola peluru meriam yang dapat diperlambat oleh gravitasi dan dijatuhkan kembali ke dalam bintang. Namun suatu percobaan yang terkenal yang dilakukan oleh dua orang Amerika, Michelson and Morley di tahun 1887, telah menunjukkan bahwa cahaya selalu bergerak dengan kecepatan tigaratusribu kilometer per detik tanpa mempedulikan dari mana datangnya. Bagaimana gravitasi dapat membuatnya jatuh kembali?

Ini tidak mungkin terjadi menurut ide ruang-waktu yang diterima pada saat itu. Dan pada tahun 1915 Einstein menyampaikan Teori Relativitas Umum yang digagasnya. Dalam teori ini ruang dan waktu tidak lagi sebagai satuan-satuan yang terpisah dan tidak saling bergantung. Sebagai gantinya mereka adalah satuan-satuan yang berbeda arahnya di dalam suatu satuan obyek yang disebut sebagai ruang-waktu. Ruang-waktu ini tidak pipih (not flat) tetapi melipat dan melengkung disebabkan oleh adanya materi dan energi di dalamnya. Untuk memahami hal ini bayangkan selembar karet lembaran dengan muatan benda-benda yang dibebankan padanya sebagai model bagi bintang-bintang. Berat beban pada permukaan lembaran karet itu akan membentuk tegangan dan akan menyebabkan lembaran karet disekitar bintang-bintang itu melengkung daripada merata. Jika seseorang kini melepaskan kniker-kniker (marbles) pada permukaan lembaran karet itu maka jejak mereka akan melengkung daripada membentuk suatu garis lurus. Di tahun 1919 suatu tim ekspedisi Inggris berangkat ke Afrika Barat guna melihat cahaya dari suatu bintang yang jauh letaknya yang bakal melewati matahari ketika terjadi gerhana total. Mereka mendapatkan bahwa gambar bintang yang jauh itu tergeser sedikit dari kedudukan normalnya. Hal in menunjukkan bahwa jejak cahaya yang datang dari bintang itu telah dilengkungkan oleh kelengkungan ruang-waktu disekitar Matahari. Dengan demikian Teori Relativitas Umum terbukti benar.

Bayangkan sekarang dengan menambah beban pada lembaran karet itu terus menerus dan memusat. Maka lembaran karet itu akan semakin tegang. Dan bila dengan secepatnya semakin ditambahkan beban kepadanya, maka pada suatu jumlah beban yang kritis akan terbuka lubang yang tidak berdasar di permukaan lembaran karet dimana partikel-partikel dapat jatuh ke dalamnya dan tidak sesuatupun yang dapat keluar.

Apa yang terjadi pada ruang-waktu adalah mirip sama saja menurut Relativitas Umum. Suatu bintang akan melengkungkan dan merusak ruang-waktu disekitarnya, tambah-tambah lagi apabila bintang itu makin besar dan padat. Jika suatu bintang besar yang telah kehabisan bahan bakar inti-atomnya mendingin dan mengkerut di bawah ukuran kritis, maka secara harfiah akan membuat lubang tak berdasar pada ruang-waktu sehingga cahaya tak akan dapat keluar darinya. Suatu obyek demikian itu diberi nama Noktah Hitam (Black Holes) oleh seorang fisikawan Amerika John Wheeler salah seorang yang pertama kali mengetahui arti pentingnya dan permasalahan yang ditimbulkannya. Nama itu dengan cepat menyebar luas. Bagi orang Amerika ia memberi kesan sesuatu yang gelap dan misterius, sedangkan bagi orang Inggris adalah suatu resonansi tambahan dari “Black Hole of Calcutta”. Bagi orang Perancis sebagai orang Perancis terlihat apa yang diartikan itu lebih banyak risiko tambahan. Bertahun-tahun mereka menentang penamaan itu “trou noir” (lubang hitam), dengan alasan nama itu cabul. Tetapi hal tersebut seperti berusaha melawan ahir pekan (le weekend) dan kata-kata Perancis-Inggris lainnya (franglais). Pada ahirnya menyerah. Siapa yang dapat melawan nama pemenang semacam itu?

Kita sekarang telah memiliki pengamatan yang menunjuk ke noktah hitam di sejumlah obyek mulai dari sistim sepasang bintang (binary star) hingga ke pusat galaksi-galaksi. Sehingga sekarang secara umum telah diterima bahwa noktah hitam itu ada. Dan terlepas dari arti potensialnya bagi fiksi sains, apakah sebenarnya arti pentingnya bagi determinisme. Jawabannya adalah terletak pada satu “bumper sticker” yang telah saya pasang dipintu masuk kantor saya: Noktah Hitam Tidak Kelihatan (Black Holes are Out of Sight). Tidak hanya partikel dan seorang austronaut yang tidak beruntung jatuh ke dalam suatu noktah hitam tidak akan pernah keluar lagi tetapi juga informasi yang mereka bawa serta akan lenyap selama-lamanya, paling tidak dari daerah alam semesta kita. Anda dapat melemparkan pesawat televisi, cincin berlian dan bahkan musuh Anda yang paling jahat sekalipun ke dalam noktah hitam dan semua yang diingat oleh noktah hitam adalah jumlah total massa dan status rotasi. John Wheeler menyebutnya, ‘Noktah Hitam Tidak Berambut Sehelaipun – A Black Hole Has No Hair.’ Bagi orang Perancis ini justru meyakinkan kecurigaannya.

Selama masih difikirkan bahwa noktah hitam akan tetap berada untuk selama-lamanya, kehilangan informasi ini tampaknya terlalu merepotkan. Dan siapapun dapat mengatakan bahwa informasi itu masih ada di dalam noktah hitam. Hanya saja siapapun dari luar tidak dapat mengatakan apa itu. Akan tetapi situasinya berubah ketika saya menemukan bahwa noktah hitam tidak sepenuhnya hitam. Mekanika kwantum menyebabkannya mengirimkan keluar terus-menerus partikel-partikel dan radiasi dengan secepatnya. Hasil ini sungguh merupakan suatu surpris bagi saya dan siapapun juga. Tetapi dengan menengok ke belakang hal demikian adalah wajar saja.
Apa yang kita bayangkan sebagai ruang hampa ternyata tidak hampa benar-benar, masih diisi oleh pasangan-pasangan partikel dan anti-partikel. Ini muncul bersama-sama di suatu titik ruang dan waktu, bergerak terpisah, kemudian datang bersama-sama dan saling menghancurkan satu terhadap lainnya. Partikel dan anti-partikel terjadi karena suatu medan sejenis medan yang yang membawa cahaya dan gravitasi tidak mungkin persis nul. Itu berarti bahwa harga medan akan mempunyai kedudukan yang pasti (di nul) dan kecepatan atau kecepatan perubahan (juga di nul) yang pasti, kedua-duanya. Ini akan berlawanan dengan Prinsip Ketidakpastian seperti halnya suatu partikel tidak dapat mempunyai kedudukan pasti dan kecepatan pasti sekaligus. Sehingga semua medan harus mempunyai apa yang dinamakan fluktuasi vakum. Disebabkan oleh polah tingkah kwantum dari alam maka sesorang dapat menginterpretsi fluktuasi vakum ini dalam terminologi partikel yang telah saya jelaskan.

Pasangan partikel ini terjadi bagi semua variasi partikel elementer. Mereka ini disebut sebagai partikel semu, sebab ia terjadi dalam vakum dan tidak dapat diukur secara langsung oleh detektor partikel. Namun efek tidak langsung partikel semu atau fluktuasi vakum telah diketahui di sejumlah percobaan dan adanya telah dikonfirmasi.

Apabila ada noktah hitam bergelandangan maka salah satu dari pasangan partikel dan anti-partikel bisa jatuh masuk ke dalam noktah dengan meninggalkan yang lain tanpa pasangan yang akan menghancurkannya. Partikel yang tertinggal bisa juga jatuh masuk ke dalam noktah tetapi juga dapat melarikan diri ke suatu tempat yang sangat jauh dari noktah dan di sana dapat menjadi partikel nyata yang dapat diukur dengan detektor partikel. Bagi seseorang yang jauh dari noktah hitam akan tampak partikel itu seperti telah dilepaskan oleh noktah hitam. Penjelasan mengenai bagaimana noktah hitam tidak sedemikian hitamnya ini menjelaskan bahwa pelepasan dengan jelas bergantung kepada ukuran noktah hitam dan kecepatan rotasinya. Tetapi karena noktah hitam tidak berambut, menurut fraseologi Wheeler, maka sebaliknya pancarannya akan tidak bergantung kepada apa yang masuk ke dalam noktah. Tidak perduli apakah Anda melemparkan pesawat televisi, cincin berlian, atau musuh Anda yang paling jahat ke dalam noktah hitam. Yang akan keluar kembali adalah tetap sama.

Lantas apa hubungannya semua ini dengan determinisme adalah kuliah yang dimaksudkan mengenai permasalahan ini. Apa yang diperlihatkan adalah bahwa di situ banyak sekali status permulaannya yang mengandung pesawat telivisi, cincin berlian bahkan manusia yang ber-evolusi sampai status yang sama, yang paling tidak di luar noktah hitam. Tetapi dalam gambar determinisme-nya Laplace ada persesuaian di antara satu status permulaan dengan satu status persamaan lainnya dan dengan status ahir. Jika Anda tahu mengenai status alam semesta pada suatu saat di masa lampau, maka Anda dapat memprediksi masa yang akan datang. Sama halnya apabila Anda tahu suatu masalah di masa yang akan datang, maka Anda dapat memperhitungkan keadaannya di masa lampau.
Dengan datangnya teori kwantum pada tahun 1920 telah menyebabkan jumlah yang dapat diprediksi oleh seseorang dipotong separoh, namun masih tetap ditinggalkan persesuaian di antara satu status dengan satu status alam semesta di saat yang berbeda- beda. Jika seseorang tahu fungsi gelombang di suatu saat maka seseorang itu akan dapat memperhitungkannya di saat yang lain. Dengan noktah hitam, bagaimanpun, situasi agak berbeda. Siapapun menginginkan dapat mengahiri suatu status di luar noktah, tak perduli apapun yang telah dilemparkannya ke dalam asalkan mempunyai massa yang sama. Dengan demikian berarti bukan persesuaian satu dengan satunya di antara status permulaan dan status ahir di luar noktah hitam. Akan ada persesuaian di antara status permulaan satu dengan satu lainnya dan dengan ahir status bersamaan kedua-duanya di luar dan di dalam noktah hitam. Tetapi yang penting adalah bahwa pelepasan partikel (particles emission) dan pancaran partikel (particles radiation) oleh noktah hitam akan
menyebabkan noktah kehilangan massanya dan noktah akan menjadi sempit atau kecil. Secepatnya seakan-akan noktah itu massanya menurun hingga titik nul dan selanjutnya melenyap samasekali. Apa kemudian yang bakal terjadi terhadap semua obyek yang jatuh masuk ke dalam noktah dan semua orang yang baik yang terjun ke dalam atau yang didorong dengan paksa masuk ke dalam noktah? Mereka tak bisa lagi keluar sebab di dalam noktah sudah tidak ada lagi energi yang cukup yang tertinggal guna mengirimkan mereka keluar lagi dari dalam noktah. Mereka mungkin memasuki suatu alam semesta yang lain, namun hal itu tak akan membuat terlalu banyak perbedaan terhadap kita yang cukup bijak untuk tidak melompat masuk ke dalam noktah hitam. Bahkan informasi mengenai apa yang telah terjatuh masuk ke dalam noktah tidak dapat lagi keluar dan ahirnya lenyap. Informasi tidak dapat dihantar dengan gratis sebagaimana yang akan Anda ketahui melalui tagihan langganan telefon Anda. Informasi memerlukan gaya untuk membawanya dan tidak ada enenrgi tertinggal yang cukup ketika noktah hitam melenyap.

Apa yang dimaksudkan dengan ini semuanya adalah bahwa, informasi akan hilang dari daerah alam semesta kita ketika noktah hitam terbentuk dan kemudian menguap. Informasi yang hilang ini akan berarti bahwa kita dapat memprediksi lebih sedikit daripada yang kita perkirakan di atas dasar teori kwantum. Dalam teori kwantum sesorang tak dapat memprediksi dengan kepastian baik kedudukan dan kecepatan partikel kedua-duanya sekaligus. Namun masih akan ada satu kombinasi kedudukan dan kecepatan yang dapat diprediksi. Dalam hal noktah hitam prediksi ahir tertentu ini menyangkut kedua anggota dari sepasang partikel. Tetapi kita hanya dapat mengukur partikel yang keluar saja. Bahkan pada prinsipnya kita tidak dapat mengukur partikel yang jatuh masuk ke dalam noktah. Sehingga apa yang dapat kita ceritakan dalam hal ini adalah kesemuanya itu dapat terjadi di status yang mana saja. Ini berarti bahwa kita tidak dapat meprediksi dengan pasti terhadap partikel-partikel yang telah melarikan diri dari noktah. Kita dapat menghitung kemungkinan partikel tersebut mnempunyai kedudukan atau kecepatan yang ini atau yang itu. Tetapi tidak ada kombinasi kedudukan dan posisi dari hanya satu partikel yang dapat kita prediksi dengan pasti, karena kecepatan dan kedudukan akan bergantung kepada partikel yang lain yang tidak kita amati. Dengan begitu sepertinya Einstein salah ganda ketika dia menyatakan bahwa “God does not play dice”. Bukan saja God secara pasti telah bermain dadu, tetapi Dia (He) kadang-kadang membingungkan kita dengan melemparkan dadunya di manapun yang tidak dapat kita lihat.

Banyak ilmuwan seperti Einstein yang dalam hal ini sangat dalam terikat secara emosional kepada determinisme. Tidak seperti Einstein mereka telah menerima berkurangnya kemampuan kita memprediksi, yang diantarkan oleh teori kwantum. Tetapi itu cukup jauh. Mereka tidak ingin dikurangi lagi selanjutnya yang nampaknya dipaksakan oleh noktah hitam. Karena itu mereke menyatakan bahwa informasi tidak benar-benar hilang ke bawah noktah hitam. Tetapi mereka tidak dapat menemukan peralatan apapun yang bakal dapat mengembalikan informasi kembali. Itu adalah hanya sekedar harapan tak berdaya bahwa alam semesta adala deterministis sebagaimana yang difikirkan oleh Laplace. Saya perkirakan para ilmuwan ini tidak belajar dari pengalaman sejarah.
Alam semesta tidak bertingkah laku menurut ide-ide yang kita bayangkan terlebih dahulu. Ia akan terus menerus mengagetkan kita dengan surpris-surpris. Seseorang mungkin menganggapnya tidak jadi soal jika determinisme hancur di dekat noktah hitam. Kita hampir pasti berada paling tidak beberapa tahun cahaya dari suatu noktah hitam berbagai ukuran. Tetapi Prinsip Ketidakpastian menyatakan bahwa setiap daerah ruang pasti diisi oleh noktah hitam liliput yang semu yang muncul dan menghilang kembali. Siapapun dapat menduga bahwa partikel dan informasi dapat jatuh masuk ke dalam noktah hitam ini dan lenyap. Sebab noktah hitam liliput semu ini sedemikian kecilnya – seratus milyar milyar kali lebih kecil dari inti-atom di mana tingkat kehilangan informasi pada ukuran rata-rata semacam itu adalah sangat rendah sekali. Itulah sebabnya mengapa hukum sains tampak sangat deterministis terhadap setiap pendekatan yang baik. Namun di dalam kondisi ekstrim seperti di dalam mulabuka alam semesta atau di dalam tabrakan partikel energi tinggi, mungkin dapat terjadi informasi yang hilang. Hal ini akan menyebabkan ketidakpastian prediksi di dalam evolusi alam semesta.

Kesimpulannya adalah bahwa apa yang telah saya bicarakan di sini mengenai permasalahan apakah alam semesta ber-evolusi dengan sembarangan atau secara deterministis. Pandangan klasik yang dikemukakan oleh Laplace adalah bahwa gerak partikel di masa depan sepenuhnya telah ditentukan jika seseorang mengetahui titik kedudukan dan kecepatannya pada suatu saat. Pandangan ini harus dimodifikasi ketika Heisenberg mengemukakan Prinsip Ketidakpastian yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan dapat mengetahui kedudukan dan kecepatan partikel kedua-duanya sekaligus dengan kepastian. Akan tetapi masih ada kemungkinan bahwa seseorang dapat memprediksi kombinasi kedudukan dan kecepatan. Namun bahkan kemungkinan prediksi yang terbatas inipun lenyap apabila efek noktah hitam ikut diperhitungkan. Hilangnya partikel dan informasi ke bawah noktah hitam berarti bahwa partikel yang keluar adalah acak. Siapapun dapat memperhitungkan kemungkinannya namun sipapun tidak dapat membuat prediksi menentukan. Dengan demikian masa depan alam semesta dan statusnya pada saat sekarang ini tidak secara lengkap ditentukan oleh hukum alam sebagaimana yang telah difikirkan oleh Laplace. God masih mempunyai kartu yang disembunyikan di dalam lengan bajunya.

Demikianlah pada saat ini semua yang harus saya katakan. Trimakasih atas kesediaan Anda sekalian mendengarkannya.

April 29, 2011